MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen, Dua Hakim Beda Pendapat
Sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025).-istimewa/antara-
BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM- Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Suhartoyo dalam sidang pamungkas di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
MK menyatakan norma Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," kata Suhartoyo.
BACA JUGA: KPK Panggil Wahyu Setiawan sebagai Saksi dalam Kasus Harun Masiku
BACA JUGA: Berencana Kembalikan Ujian Nasional, Mendikdasmen Soroti Fenomena 'Sedekah Nilai'
Sementara Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam pertimbangan putusan mengatakan, bahwa merujuk risalah pembahasan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu merupakan hak konstitusional partai politik.
Dalam konteks tersebut, MK menilai gagasan penyederhanaan partai politik dengan menggunakan hasil pemilu anggota DPR pada pemilu sebelumnya sebagai dasar penentuan hak partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan bentuk ketidakadilan.
Dia memaparkan, dengan menggunakan hasil pemilu anggota DPR sebelumnya, disadari atau tidak, partai politik baru yang dinyatakan lolos sebagai peserta pemilu serta-merta kehilangan hak konstitusional untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
BACA JUGA: Mayjen TNI Rudy Resmi Jabat Pangdam VI/Mulawarman, Hadapi Tiga Tantangan Utama
BACA JUGA: 207 Orang Meninggal di Jalan Raya, Selama 2024 Angka Kecelakaan Lalu Lintas di Kaltim Turun
Lalu, ketentuan Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tidak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil sesuai dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 281 ayat (2) UUD Tahun 1945. Hal tersebut sesuai dengan dalil dari para pemohon.
"Dengan demikian dalil para pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," jelas Saldi Isra.
Selanjutnya, dalam pembacaan pertimbangan, Saldi Isra menjelaskan, Mahkamah memberikan lima pedoman kepada pembuat undang-undang untuk mengatur mekanisme pencalonan presiden dan wakil presiden secara proporsional.
Pertama, semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
BACA JUGA: Duka di Awal Tahun 2025, 4 Rumah di Berau Hagus Terbakar
BACA JUGA: Selama 2024 Pemkab Paser Beri Perlindungan Kepada 46.510 Pekerja Rentan
Kedua, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.
Ketiga, dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.
Keempat, partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.
Kelima, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU Pemilu melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian (concern) terhadap penyelenggaran pemilu termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna atau meaningful participation.
BACA JUGA: Polres Mahulu Soroti Musibah Banjir 2024, Jadi Pelajaran Penting di Tahun 2025 Ini
Namun, terdapat dua hakim konstitusi yang berbeda pendapat, yakni Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh.
Kedua hakim tersebut berpendapat bahwa para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing.
Menurut kedua hakim tersebut, permohonan seharusnya tidak dapat diterima, sehingga Mahkamah tidak perlu melanjutkan pemeriksaan pada pokok permohonan.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, yakni Rizki Maulana Syafei, Enika Maya Oktavia, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.
BACA JUGA: Kelas Menengah Diprediksi Terpuruk di 2025, Ekonom: Hindari Kartu Kredit
BACA JUGA: Ekonom Unmul Sebut Gen Z Ciptakan Peluang Besar Kembangkan UMKM di Kaltim
Sementara berdasarkan situs MK, sebanyak empat perkara terkait ambang batas pencalonan presiden yang diputus hakim MK hari ini.
Keempat perkara tersebut teregistrasi dalam perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia.
Kemudian perkara 101/PUU-XXI/2024 diajukan oleh Yayasan Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (NETGRIT).
Selanjutnya, perkara 87/PUU-XXII/2024 diajukan Dian Fitri Sabrina, Muhammad, Muchtadin Alatas dan Muhammad Saad. Sedangkan, perkara 129/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Gugum Ridho Putra.
BACA JUGA: Studi Buktikan Daging Olahan dan Alkohol Mampu Tingkatkan Risiko Kanker
BACA JUGA: Badan Terasa Kaku dan Ngilu saat Musim Hujan? Ini Dia Masalahnya
Para pemohon mengajukan pengujian pasal 222 UU Pemilu yang mengatur tentang presidential threshold atau ambang batas minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen dari suara nasional.
Sementara itu, dikutip dari Beritasatu, Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan DPR menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold).
“Putusan ini bersifat final and binding, sehingga kami berkewajiban untuk menindaklanjutinya,” ujar Rifqi.
DPR bersama pemerintah, katanya, akan segera menindaklanjuti putusan MK tersebut dengan menyusun norma baru yang sesuai dengan undang-undang terkait pencalonan presiden dan wakil presiden.
“Saya kira ini babak baru bagi demokrasi kita. Peluang untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden kini lebih terbuka, diikuti oleh lebih banyak pasangan calon dengan ketentuan yang lebih inklusif,” tambah Rifqi. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: