Bankaltimtara

Bukan Kurang Iman atau Malas, Psikolog Ungkap Realita Berat Pengidap Depresi

Bukan Kurang Iman atau Malas, Psikolog Ungkap Realita Berat Pengidap Depresi

Depresi merupakan kondisi medis yang memerlukan bantuan profesional.-(Ilustrasi/ Freepik)-

JAKARTA, NOMORSATUKALTIM - Depresi bukan melulu soal kurang bersyukur, bukan juga soal kemalasan. Di balik senyum yang tampak biasa, banyak penderita depresi berjuang untuk sekadar membuka mata di pagi hari. 

Mereka bukan “tidak mau” beraktivitas, mereka tidak mampu. Inilah kenyataan yang sering luput dipahami oleh lingkungan sekitar.

Psikolog lulusan Universitas Indonesia (UI), Ratih Zulhaqqi, menegaskan bahwa depresi adalah kondisi mental yang nyata dan kompleks. 

Dalam kondisi relapse (kambuh), aktivitas sederhana seperti duduk atau membuka mata bisa terasa seperti beban yang sangat berat.

BACA JUGA: Hasil Riset, Ternyata Kucing Bisa Mengenal Aroma Pemiliknya

"Orang depresi dalam kondisi relapse bisa sangat sulit untuk membuka mata, apalagi berinteraksi atau melakukan aktivitas," ujar Ratih, Jumat (31/5/2025), dikutip dari Antara.

Ia menyebut gejala seperti ingin terus tidur, menjauhi interaksi sosial, menghindari cahaya, hingga merasa tidak punya energi meski sudah tidur cukup adalah hal yang nyata dan umum terjadi. 

Gejala ini sering disalahartikan oleh orang yang tidak mengalami gangguan mental, lalu disimpulkan sebagai "malas" atau "tidak niat berjuang".

"Low energi (rendah energi) ini secara emosional, dan benar-benar rendah, yang membuat mereka tidak mampu melakukan hal sekecil apapun, bahkan mengangkat tubuh untuk duduk saja seakan sangat terasa sulit, dan memang mereka harus dibantu profesional," jelasnya.

BACA JUGA: Cara Mudah dan Murah Bakar Lemak di Perut: Jalan Kaki

Lebih dari sekadar perasaan sedih, depresi adalah gangguan psikologis yang memengaruhi fungsi otak. 

Oleh karena itu, pendekatan yang dibutuhkan bukan sekadar ajakan untuk berpikir positif atau menguatkan iman, melainkan perawatan profesional. 

Psikoterapi seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dan dalam beberapa kasus, pengobatan, menjadi langkah medis yang sah dan penting.

"Memang kalau depresi ini sudah kondisi medis, mengapa dia butuh obat karena memang butuh perbaikan di sistem otaknya, jadi bukan karena dia tidak bersyukur," tegas Ratih.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: