Bankaltimtara

Anak di Balikpapan Terancam Putus Sekolah karena Ranking, Pengamat Pertanyakan Janji Pendidikan Gratis

Anak di Balikpapan Terancam Putus Sekolah karena Ranking, Pengamat Pertanyakan Janji Pendidikan Gratis

Pengamat sosial, sekaligus Dosen FISIP Universitas Mulawarman, Sri Murlianti mempertanyakan janji pendidikan gratis setelah muncul video viral anak terancam putus sekolah karena gagal ranking sehingga tidak diterima di sekolah negeri.-(Istimewa/ Dok. Pribadi)-

BACA JUGA: Pengamat: Regulasi BOSP Daerah Mengancam Pendapatan Guru

Ia mengatakan, anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh tekanan dapat kehilangan kepercayaan diri, merasa minder, sulit menolak hal yang tidak disetujui, atau justru berkembang menjadi sosok agresif dan pemarah.

"Para psikolog pasti memiliki penjelasan gamblang tentang ini. Munculnya bisa banyak bentuk, dari anak yang minder hingga pemberontak," sebut Sri.

Selain itu, ia menekankan bagaimana konstruksi budaya yang menempatkan orang tua sebagai figur tak terbantah turut mempengaruhi normalisasi kekerasan verbal. 

Dalam masyarakat, lanjut Sri, orang tua sering dianggap sebagai pihak yang wajib dihormati tanpa syarat, sementara anak dipandang sebagai amanah yang sepenuhnya berada dalam kuasa keluarga.

BACA JUGA: Anggaran Besar Kualitas Pendidikan Tertinggal, Ketua DPRD Kubar Kritik Keras Kinerja Disdikbud

"Mitos tentang nilai orang tua ini kemudian menyuburkan anggapan bahwa orang tua keras terhadap anak adalah hal biasa dalam rangka mendidik," tukasnya.

Ia mengungkapkan, masyarakat masih belum mampu membedakan antara ketegasan dan kekerasan.

Bagi Sri, ketegasan itu penting, tetapi kekerasan yang berlebihan dengan dalih ketegasan sangat berbahaya bagi tumbuh kembang karakter anak.

Lebih lanjut, Sri mengamati kasus viral ini memperlihatkan kegagalan negara dalam memastikan semua anak mendapatkan pendidikan layak, sebagaimana diamanatkan undang-undang.

BACA JUGA: Putusan MK Pendidikan Dasar di Sekolah Swasta Wajib Gratis, Begini Kata DPR RI

"Seharusnya kewajiban negara memastikan setiap anak usia sekolah bisa mendapatkan pendidikan dasar hingga SMA," kritiknya.

Oleh karena itu, perlindungan terhadap anak yang rentan tidak cukup hanya dengan kebijakan deklaratif. 

Sri berpesan agar pemerintah daerah, dinas pendidikan, dan sekolah negeri memiliki tanggung jawab membuat kebijakan afirmasi berbasis data yang akurat dan menjamin akses setara bagi seluruh anak.

"Ini pekerjaan rumah pemerintah kota dan dinas terkait. Anak-anak dari kalangan seperti ini semestinya bisa masuk sekolah negeri terdekat yang terjangkau tanpa biaya tambahan transportasi, seragam, dan lain-lain. Katanya gratis penuh?" sindirnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait