Bankaltimtara

Warga Sungai Dama Mengadu, DPRD Samarinda Siapkan Mediasi Terkait Kerusakan Rumah Akibat Proyek Terowongan

Warga Sungai Dama Mengadu, DPRD Samarinda Siapkan Mediasi Terkait Kerusakan Rumah Akibat Proyek Terowongan

Rumah warga yang alami kerusakan akibat proyek terowongan di Jalan Kakap Samarinda.-Rahmat/Nomorsatukaltim-

SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM — Aduan kerusakan rumah warga yang diduga dipicu pembangunan Terowongan Samarinda kini mendapatkan perhatian serius dari DPRD Kota Samarinda.

Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Deni Hakim Anwar memastikan, pihaknya tengah menyiapkan langkah mediasi untuk menyelesaikan persoalan yang dialami warga Jalan Kakap RT 7, Kelurahan Sungai Dama.

Pengaduan tersebut disampaikan seorang warga bernama Nurhayati, yang rumahnya mengalami kerusakan cukup parah.

Plafon ambruk, dinding retak, keramik pecah, hingga pergeseran bangunan yang membuat pintu dan pagar tak lagi berfungsi normal.

BACA JUGA: Warga Terdampak Proyek Terowongan Samarinda Mengeluh ke DPRD, Komisi III Siap Fasilitasi Mediasi

Keluhan itu telah diajukan secara tertulis sejak 17 November 2025, namun hingga kini belum ada penyelesaian berarti.

Deni menjelaskan, dari total hingga 10 kepala keluarga yang terdampak pekerjaan proyek terowongan, hanya 1 warga yang belum menerima kompensasi atau uang kerohiman.

“Yang 9 itu sudah menerima solusi yang ditawarkan pemerintah kota. Satu warga yang belum menerima itu atas nama Nurhayati,” ujar Deni saat ditemui di Kantor DPRD Samarinda, Senin, 8 Desember 2025.

Menurutnya, perbedaan persepsi menjadi penyebab utama lambannya penyelesaian. Pemerintah menggunakan hasil penilaian konsultan independen terkait besaran kerusakan riil pada bangunan.

BACA JUGA: DPRD Samarinda Minta Kontraktor Teliti Ulang Penyebab Kerusakan di Sekitar Terowongan Samarinda

Sementara warga menilai penggantian harus dilakukan lebih luas, tidak hanya pada area yang terdampak langsung.

“Misalnya kerusakan hanya di 10 meter persegi, tetapi ibu tersebut ingin keramik diganti semua agar seragam. Ini yang kemudian menimbulkan perbedaan pandangan,” kata Deni.

Ia menegaskan, pemerintah dan kontraktor wajib berpegangan pada tingkat kerusakan yang benar-benar dipicu aktivitas proyek.

Namun, untuk mencari jalan tengah, Komisi III mendorong skema alternatif berbasis penerima manfaat.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: