Bumbu Dapur Wajib ini Ternyata Meningkatkan Risiko Depresi, Kok Bisa?
Penggunaan bumbu dapur secara berlebihan terbukti meningkatkan risiko depresi.-(Foto/ Istimewa)-
Sebaliknya, pada tikus yang tidak menghasilkan IL-17A secara alami, gejala-gejala tersebut tidak muncul meskipun mengonsumsi garam dalam jumlah tinggi.
Ini memperkuat dugaan bahwa IL-17A menjadi faktor penting dalam keterkaitan antara garam dan depresi.
BACA JUGA: Kaltim Darurat Kesehatan Mental! Angka Depresi Masuk Peringkat Ketiga Nasional
BACA JUGA: Diduga Depresi, Perempuan di Paser Ini Akhiri Hidup dengan Gantung Diri
“Penelitian ini mendukung intervensi pola makan, seperti pengurangan konsumsi garam, sebagai langkah pencegahan gangguan mental. Ini juga membuka jalan bagi strategi pengobatan baru yang menargetkan IL-17A untuk menangani depresi,” ujar Dr. Xiaojun Chen dari Nanjing Medical University yang memimpin studi ini.
Temuan ini menjadi semakin relevan jika melihat pola konsumsi garam masyarakat modern yang cenderung tinggi, terutama lewat makanan cepat saji.
Produk-produk tersebut bisa mengandung hingga 100 kali lipat lebih banyak garam dibanding masakan rumahan.
Sementara itu, gangguan depresi mayor saat ini memengaruhi sekitar 15-18 persen populasi dan menjadi salah satu dari 10 penyebab kematian utama di Amerika Serikat.
BACA JUGA: Benarkah Stevia Aman Dikonsumsi Bagi Penderita Diabetes?
BACA JUGA: Hipertensi jadi Masalah Baru Bagi Remaja, Salah Satunya Disebabkan Malas Gerak
Meski penelitian dilakukan pada tikus, hasilnya menguatkan pentingnya kesadaran akan dampak asupan makanan terhadap kesehatan mental.
Mengurangi garam dalam makanan bukan hanya soal menjaga tekanan darah atau kesehatan jantung, tapi juga tentang menjaga suasana hati dan kondisi psikis.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
