Outsourcing Dinilai Tidak Memihak Pekerja, Akademisi Unmul Sarankan Regulasi Dievaluasi
Setiyo Utomo.-dok.pribadi-
BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Meski telah memiliki dasar hukum melalui Undang-Undang Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja, praktik outsourcing di Indonesia dinilai masih menyisakan sejumlah persoalan dalam pelaksanaannya.
Hal itu diungkapkan oleh Setiyo Utomo, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman. Ia menuturkan sistem alih daya seringkali merugikan buruh, terutama dalam hal perjanjian kerja yang timpang dan minimnya perlindungan hukum.
Menurutnya pemindahan pekerja antar badan usaha dalam sistem outsourcing tidak otomatis melanggar hukum. Namun, praktik ini menempatkan buruh dalam posisi yang lemah dibanding perusahaan.
BACA JUGA:Wabub Minta Dandim Paser Baru Dukung Program Prioritas Daerah
BACA JUGA:Polda Kaltim Telusuri Lokasi Dugaan Tambang Batu Bara Ilegal di Kubar
"Selama hak-hak pekerja tetap dijamin dan tidak terjadi diskriminasi, pemindahan itu sah. Tapi kenyataannya, posisi pekerja sering dirugikan," ujar pria yang akrab disapa Tio, saat diwawancara oleh Nomorsatukaltim, pada Minggu (4/5/2025).
Menurutnya, regulasi dalam Undang-Undang Cipta Kerja, khususnya Pasal 64, belum cukup kuat melindungi pekerja outsourcing. Perjanjian kerja masih menjadi titik lemah karena dibuat sepihak oleh perusahaan.
"Pemerintah harus memastikan perjanjian kerja memuat klausul perlindungan hak pekerja. Tanpa itu, UU Cipta Kerja tidak cukup menjamin keadilan," ucap dosen yang kerap mengajar mata kuliah Hukum Ketenagakerjaan itu.
Tio juga menyoroti praktik pemutusan kontrak kerja secara berkala tanpa alasan jelas.
Baginya, apabila tidak ada kesepakatan kedua belah pihak dan tanpa penjelasan rasional, maka tindakan itu termasuk pelanggaran hak asasi.
BACA JUGA: Disnaker Balikpapan Koreksi Ribuan Perjanjian Kerja Pekerja Kontrak
BACA JUGA:Ratusan Kendaraan di Balikpapan Terjaring Razia dalam Operasi Gabungan
"Negara wajib hadir melindungi pekerja, sebagaimana amanat Pasal 28-H dan Pasal 34 UUD 1945," tegasnya.
Ia menyarankan agar pekerja yang dirugikan oleh sistem outsourcing untuk menempuh jalur hukum melalui Pengadilan Hubungan Industrial.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
