Akademisi Unmul Ini Ingatkan Deforestasi Kaltim Masuki Fase Kritis
Tampak aktivitas penumpukan kayu dan pengapalan log menggunakan ponton di tepian sungai, yang berdekatan dengan ekosistem mangrove dan hutan alam di sekitarnya.-Forest Watch Indonesia-
BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Kondisi ekologis Kaltim dinilai justru memasuki fase deforestasi yang semakin mengkhawatirkan.
Data Yayasan Auriga Nusantara mencatat kehilangan tutupan hutan di Kaltim mencapai 44.483 hektare pada 2024, hampir dua kali lipat dibandingkan 2023 sebesar 28.633 hektare.
Versi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui model BRIN-Landsat menunjukkan angka sekitar 30.000 hektare berdasarkan pemodelan citra satelit.
Pada tingkat nasional, Simontini mencatat deforestasi Indonesia pada 2024 mencapai 261.575 hektare, dengan 97 persen di antaranya berada di area berizin dan 38.615 hektare berada dalam kawasan tambang.
Akademisi Kehutanan Universitas Mulawarman, Kiswanto, menilai bahwa deforestasi di Kaltim tidak lagi dapat dipahami hanya sebagai persoalan hilangnya tutupan hutan.
BACA JUGA:Pemprov Kaltim Tegaskan Siap Lindungi Hutan di Kaltim
Tetapi telah berhubungan langsung dengan melemahnya kemampuan ekologis wilayah, untuk menopang kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
"Deforestasi di Kaltim memang terlihat menurun secara statistik, tetapi tekanan ekologisnya justru meningkat. Yang terjadi bukan hanya hilangnya hutan."
"Melainkan degradasi kualitas hutan yang berimplikasi pada melemahnya daya dukung lingkungan," kata Kiswanto saat diwawancarai, Minggu 7 Desember 2025.
Menurutnya, penurunan kualitas tutupan hutan telah terlihat jelas di sejumlah wilayah.
Sebelumnya masih didominasi hutan primer yang rapat, kini berubah menjadi hutan jarang dengan tingkat kerusakan vegetasi tinggi.
"Di beberapa kawasan, seperti Berau, kita menyaksikan hutan lebat berubah menjadi hutan jarang."
BACA JUGA:Kejelasan Status Lahan Hambat Realisasi Cetak Sawah di Kaltim, Swasembada Beras Terancam
"Hutan yang kehilangan struktur tajuk dan penutup tanah yang baik berarti kehilangan kemampuan menyerap air, menahan erosi, dan menjaga stabilitas lereng," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
