Bankaltimtara

Banjir Sumatera Bisa Berpotensi Terjadi di Kaltim, Jatam Ingatkan Hal Ini Kepada Pemerintah

Banjir Sumatera Bisa Berpotensi Terjadi di Kaltim, Jatam Ingatkan Hal Ini Kepada Pemerintah

Kondisi sebagian hutan Kaltim yang menjadi lahan tambang batubara-Salsabila/Disway Kaltim-

BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyebut potensi banjir besar di Sumatera bisa terjadi di Bumi Etam. Alasannya aktivitas pertambangan yang merusak, masih menghantui provinsi berjuluk Bumi Etam ini.

Selama periode 2018-2024, Kaltim diketahui mengalami 980 peristiwa banjir, berdasarkan data BPBD Kaltim.

"Ini bukan sekadar bencana rutin, tetapi berkaitan langsung dengan obral izin, pembukaan lahan masif untuk pertambangan, kerusakan lingkungan, dan aktivitas tambang ilegal," terang Windy Pranata, Kepala Divisi Advokasi dan Database Jatam Kaltim.

Tren tersebut diperkirakan akan memburuk seiring rencana pembukaan tambang skala besar di Hulu Mahakam oleh Pari Coal.

Menurut hasil pemantauan Jatam, hampir seluruh kabupaten/kota di Kaltim berada dalam kategori rawan banjir dan longsor. Penyebabnya akibat gabungan deforestasi hutan dan aktivitas pertambangan.

Dari catatan Jatam beberapa kabupaten/kota yang pernah mengalami banjir besar di antaranya:

- Berau (Mei 2021) terjadi banjir terbesar dalam 20 tahun, berdampak pada 2.308 KK.

- Kutai Timur (Maret 2022) ada dua kecamatan terdampak banjir terparah dalam dua dekade.

- Mahakam Ulu (Mei 2024) banjir di lima kecamatan dan 28 kampung, memutus akses transportasi dan memaksa warga mengungsi.

Windy juga mengungkapkan hampi setiap wilayah memiliki izin konsesi pertambangan.

Seperti Kutai Barat dengan izin pertambangan 1,43 juta hektare, atau 82 persen dari luas wilayah.

Kutai Timur dengan 1,6 juta hektare izin, setara 46 persen luas wilayahnya. Begitu pun di Kutai Kartanegara dengan luasan 1,10 juta hektare atau sekitar 40 persen wilayah.

"JATAM menyoroti bahwa pengawasan izin tambang, reklamasi, dan pascatambang di Kalimantan Timur masih jauh dari efektif, terutama setelah perubahan UU Minerba No. 4 Tahun 2009 yang menarik sebagian kewenangan ke pemerintah pusat," tegas Windy.

Meskipun pengawasan sudah dilakukan oleh Pemda, namun bagi Windy peran mereka justru lemah. Sebabnya sudah tidak lagi memiliki kewenangan penerbitan izin.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: