Bankaltimtara

Banjir Sumatera Bisa Berpotensi Terjadi di Kaltim, Jatam Ingatkan Hal Ini Kepada Pemerintah

Banjir Sumatera Bisa Berpotensi Terjadi di Kaltim, Jatam Ingatkan Hal Ini Kepada Pemerintah

Kondisi sebagian hutan Kaltim yang menjadi lahan tambang batubara-Salsabila/Disway Kaltim-

Kondisi tersebut diperburuk lag oleh keterbatasan jumlah personel. Yakni hanya sekitar 30 inspektur tambang untuk menangani ribuan titik izin aktif.

Menurut Windy, peristiwa itu hampir mirip dengan di Sumatera. Sebelum bencana besar muncul, pengawasan masih minim.  Transparansi pun rendah serta penegakan hukum tidak optimal.

"Lebih jauh, kerusakan lingkungan akibat aktivitas ekstraktif telah menimbulkan dampak langsung bagi masyarakat," sebutnya.

Contohnya, di Sanga-Sanga RT 24, banjir tahunan kian parah karena hilangnya tutupan hutan dan lubang tambang terbuka yang tidak dipulihkan. Material lumpur menerjang permukiman setiap hujan besar.

Di Kelurahan Jawa, Sanga-Sanga, warga mengalami kekeringan sumber air bersih.

Aktivitas penambangan PT Adimitra Baratama Nusantara diduga berkontribusi terhadap hilangnya sumber air tanah warga.

Windy mengungkapkan bahwa kejadian itu berdampak serius pada akses air bersih, kualitas lingkungan dan kesehatan publik.

Untuk mencegah Kalimantan Timur mengalami skenario bencana ekologis seperti yang terjadi di Sumatera, JATAM menilai dibutuhkan langkah kebijakan konkret dan segera.

"Cabut izin yang terbukti merusak, hentikan ekspansi industri ekstraktif di wilayah hulu, DAS kritis dan area rawan bencana. Dan audit lingkungan menyeluruh terhadap seluruh perusahaan tambang."

Kemudian, bekukan aktivitas tambang selama proses audit, tegakkan hukum yang tegas dan terbuka, pulihkan lingkungan pada seluruh lubang tambang dan kerusakan hidrologi. Hingga pengembalian ruang kelola kepada masyarakat lokal dan adat.

"Tanpa langkah politik yang tegas, hanya akan memperpanjang daftar korban banjir, longsor dan potensi bencana kemanusiaan lainnya," tegas Windy.

Data Yayasan Auriga Nusantara merilis kehilangan tutupan hutan mencapai 44.483 hektare, hampir dua kali lipat dibandingkan 2023 yang sebesar 28.633 hektare.

Sementara versi KLHK melalui BRIN-Landsat mengungkap angka sekitar 30.000 hektare berdasarkan pemodelan citra satelit.

Pada tingkat nasional, data Simontini mencatat total deforestasi Indonesia pada 2024 mencapai 261.575 hektare, dengan 97 persen di antaranya terjadi di area berizin dan 38.615 hektare berada di kawasan tambang.

Kalimantan Timur berada di peringkat pertama dari 10 provinsi penyumbang deforestasi terbesar 2024, yaitu:

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: