PTN Ramai-ramai Naikkan UKT hingga 500 Persen, Permendikbud ini Penyebabnya

PTN Ramai-ramai Naikkan UKT hingga 500 Persen, Permendikbud ini Penyebabnya

Mahasiswa memprotes kenaikan UKT secara ugal-ugalan oleh sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia.-(Istimewa)-

Presiden Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (Presma UNS) Surakarta, Agung Lucky Pradita menambahkan, kenaikan biaya pendidikan tinggi bukan hanya terjadi pada UKT, namun juga pada Iuran Pengembangan Institusi.

BACA JUGA: Tahun Ini Pemprov Kaltim Berencana Bangun SMK Negeri Baru di Kubar dan Mahulu 

"Bahkan IPI atau dulunya disebut SPI, sekarang IPI itu naik berkali-kali lipat, yang dimana bahwa sebelumnya Fakultas Kedokteran tahun sebelumnya adalah Rp25 juta, hari ini di tahun 2024, UNS IPI-nya naik mencapai Rp200 juta, yang dimana naiknya 8 kali lipat lebih," kata Agung.

Yang membuat miris, kata Agung, IPI Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di UNS Surakarta saat ini ditetapkan sebesar Rp45 juta.

 "Coba bayangkan, Indonesia kekurangan guru, tapi ketika teman-teman ingin masuk PGSD, itu Rp45 juta IPI-nya, sangat tinggi," tukasnya.

BACA JUGA: Penambangan Ilegal di Gunung Tabur Ditindak

Ia memprotes komersialisasi pendidikan dan kesehatan yang semestinya merupakan sebagai hak dasar warga Indonesia.

"Pendidikan yang seharusnya didapatkan sebagai hak dasar warga Indonesia, hari ini diperdagangkan semuanya. Kita lihat bagaimana komersialisasi pendidikan, bagaimana teman-teman kesehatan masuk kuliah harganya sangat tinggi. Maka dari itu, kami di sini untuk memperjuangkan hal hal tersebut," katanya.

 

Kemendikbud Sebut Kuliah Kebutuhan Tersier

Sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kemendikbud Ristek, Tjijik Sri Tjahjandarie menyebut bahwa pendidikan setelah SMA adalah kebutuhan tersier.

Menurutnya, lulusan SMA sederajat yang ingin masuk perguruan tinggi merupakan pilihan individu masing-masing.

BACA JUGA: Apa itu Lonely Deaths? Fenomena Mengkhawatirkan yang Menjangkit di Jepang

"Pendidikan tinggi adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar," ujar Tjijik.

Karena dianggap sebagai kebutuhan tersier, kata Tjijik, pemerintah tidak bisa memberikannya secara gratis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: