Proyek Jalan Rp 4,7 Miliar di Siluq Ngurai Mandek, Kontraktor Sudah di Black List
Kondisi jalan di Kampung Lendian, Kecamatan Siluq Ngurai, Kutai Barat.-istimewa-
KUBAR, NOMORSATUKALTIM– Sebuah papan proyek berdiri tegak di tepian jalan rusak Kampung Lendian, Kecamatan Siluq Ngurai, Kutai Barat.
Bertuliskan tebal. “Rekonstruksi Jalan Nilai Kontrak: Rp4.759.826.000”, lengkap dengan nama kontraktor dan konsultan pengawas.
Namun hingga pertengahan Juli 2025, tak tampak satu pun alat berat, pekerja, ataupun tanda-tanda aktivitas pembangunan.
Jalan tetap berlumpur dan berdebu. Proyek jalan senilai hampir Rp 5 miliar itu menuai pertanyaan dari publik.
“Sudah lebih sebulan dari tanggal kontrak, tapi jalan tetap seperti sebelumnya. Tidak ada pekerjaan. Cuma papan proyek berdiri, isinya miliaran. Kami bingung ini proyek betulan atau cuma formalitas dokumen,” kata BR, tokoh masyarakat Kampung Lendian saat ditemui Nomorsatukaltim, Selasa 22 Juli 2025.
BACA JUGA:Cuaca Panas Kalimantan Timur Bukan karena Badai Wipha, Ini Penjelasan Ilmiah BMKG
Menurut BR, proyek ini bukan sekadar pembangunan fisik. Jalan yang dijanjikan akan diperbaiki itu adalah akses vital bagi masyarakat dari berbagai kampung menuju pusat Kecamatan Siluq Ngurai.
Setiap hari dilalui anak-anak sekolah, petani pengangkut hasil kebun, dan kendaraan distribusi logistik.
Berdasarkan data yang diterima Nomorsatukaltim, proyek ini adalah bagian dari Program Penyelenggaraan Jalan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kutai Barat, menggunakan APBD tahun anggaran 2024.
Masa pelaksanaan tercantum selama 150 hari kalender. Dimulai 10 Juni hingga 7 November 2024. Namun yang terjadi di lapangan justru sebaliknya: nihil kegiatan.
BACA JUGA:Pemkab Kubar Jalankan Koperasi Merah Putih jadi Penggerak Ekonomi Desa
“Tidak ada rapat teknis dengan masyarakat. Tidak ada pemberitahuan atau sosialisasi. Kami hanya tahu dari papan proyek itu. Setelahnya tidak ada aktivitas. Ini aneh. Pekerjaan bernilai miliaran kok tidak ada transparansi,” ungkap BR.
Ia juga memertanyakan minimnya pengawasan dari pemerintah dan lembaga legislatif.
Proyek sebesar itu, menurutnya, seharusnya memiliki pengawasan ketat, bukan dibiarkan seperti proyek siluman.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
