Bankaltimtara

Masyarakat Adat Minta PTPN IV Kaltim Hormati Hak Tanah Ulayat: Jangan Ulangi Luka Lama

Masyarakat Adat Minta PTPN IV Kaltim Hormati Hak Tanah Ulayat: Jangan Ulangi Luka Lama

Kelompok Masyarakat Adat, Awa Kain Nakek Bolum saat hadir dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi I DPRD Kaltim.-(Disway Kaltim/ Mayang)-

BACA JUGA: PTPN XIII Pasang Patok Sendiri, BPN Paser Sebut Belum Lakukan Pengukuran

Kini, 4 dekade kemudian, kekhawatiran serupa muncul kembali. Syahrul menyebut dirinya dan beberapa warga dikriminalisasi dengan tuduhan menghalangi kegiatan perkebunan berdasarkan Undang-Undang Perkebunan, dengan ancaman hukuman empat tahun penjara atau denda hingga Rp 4 miliar.

"Padahal kami hanya memasang baliho dan membangun pondok kecil berukuran 3x4 meter yang beratap terpal. Itu pun dilakukan setelah HGU perusahaan berakhir,"ujarnya.

Menurut Syahrul, HGU PTPN di wilayah Tabarak berakhir pada 31 Desember 2023, sementara aksi masyarakat adat baru dilakukan pada 21 April 2025, hampir 2 tahun setelah HGU berakhir. 

"Kami hanya meminta agar proses perpanjangan HGU dihentikan sementara. Kami tidak menolak sepenuhnya, tetapi jangan di wilayah kami,"kata Syahrul.

BACA JUGA: Soal Izin HGU PTPN XIII, Rekomendasi Bupati Paser Jadi Catatan BPN

Ia menjelaskan, tuntutan masyarakat adat tidaklah besar. Mereka hanya meminta agar sekitar 2.000 hektare lahan di empat desa dikembalikan untuk dikelola sebagai tanah Ulayat. 

"Kebun PTPN di Tabarak mencapai lebih dari 7.000 hektare. Kami hanya minta sebagian kecil agar generasi kami masih punya tempat hidup," kata dia.

Syahrul menambahkan, hutan di sekitar wilayah mereka kini banyak yang masuk kawasan konservasi, seperti di Pasir Mayang, sehingga lahan yang tersisa menjadi sangat terbatas. 

"Tanah itu warisan leluhur kami. Kami hidup di sana turun-temurun, jauh sebelum PTPN masuk. Aktivitas warga di sana sebagian besar bertani dan berkebun dengan luasan kecil, ada juga yang menjadi nelayan dan buruh. Jika tanah ini dikembalikan, kami sepakat mengelolanya secara komunal untuk perkebunan dan pertanian," terang Syahrul.

BACA JUGA: Izin PTPN XIII Terancam Tak Diperpanjang, Warga Dua Desa di Paser Langsung Tancap 170 Patok Tanah

Sejak awal, masyarakat adat berupaya menyelesaikan sengketa secara damai. Prosesnya dimulai dari audiensi tingkat kabupaten hingga menyurati pemerintah pusat. Dalam surat tersebut, mereka memberi waktu sekitar satu bulan setengah agar PTPN menyerahkan lahan dengan baik-baik tanpa syarat, namun tidak ditanggapi.

"Karena kami masyarakat adat yang cinta damai, kami memulai aksi dengan ritual adat. Setelah itu, kami memasang baliho dan membangun pondok kecil. Tindakan itulah yang disangkakan sebagai penghalangan dan pendudukan lahan," bebernya.

Syahrul menegaskan bahwa masyarakat Awa Kain Nakek Bolum akan terus menjaga kedamaian dan menghormati hukum, selama hak-hak mereka dihormati. 

"Kami cinta damai, tapi jangan sampai terus ditekan dan dikriminalisasi. Kami berharap semua pihak menjalankan hasil kesepakatan rapat ini dengan itikad baik," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait