Tenaga Gizi di Kaltim Baru 503 Orang, DPRD Desak Percepatan Penanganan Stunting yang Masih Tinggi
Wakil Ketua DPRD kaltim, Ananda Emira Moeis-Mayang Sari/ Nomorsatukaltim-
SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM- Ketersediaan tenaga ahli gizi di Kalimantan Timur kembali menjadi sorotan setelah berbagai indikator kesehatan menunjukkan perlambatan progres penurunan stunting dalam 3 tahun terakhir.
Di tengah upaya pemerintah daerah mengejar target nasional, DPRD Kaltim menilai fondasi layanan dasar khususnya dukungan tenaga gizi masih jauh dari ideal dan perlu ditangani segera.
Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis mengatakan, bahwa kebutuhan tenaga gizi bukan sekadar pelengkap program kesehatan, tetapi merupakan unsur strategis untuk keberhasilan intervensi stunting.
Menurutnya, tak ada langkah yang benar-benar efektif jika tenaga di lapangan tidak memadai, terutama untuk pemantauan tumbuh kembang anak yang harus dilakukan secara intensif.
BACA JUGA: 39 Ribu Balita di Kaltim Terdeteksi Stunting, 4 Daerah Perlu Audit Total
"Selama rasio tenaga gizi masih timpang, jangan berharap penanganan stunting bisa bergerak cepat," ujarnya saat ditemui di Kantor DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Senin 8 Desember 2025.
Ananda menyebutkan, berdasarkan standar layanan nasional, satu kelompok berpenduduk 100 ribu jiwa idealnya ditangani oleh 35 ahli gizi.
Angka itu dibuat untuk memastikan setiap tahapan pemantauan mulai dari pemeriksaan rutin balita, klasifikasi status gizi, edukasi keluarga, hingga intervensi lanjutan dapat berjalan menyeluruh.
Namun kondisi di lapangan jauh dari standar tersebut. Dengan jumlah penduduk Kaltim yang mencapai 4,05 juta jiwa pada 2024, provinsi ini seharusnya memiliki sedikitnya 1.417 tenaga gizi.
BACA JUGA: Mahulu Krisis Tenaga Penyuluh KB, 1 Orang Melayani 30 Desa
Faktanya, jumlah yang tersedia baru 503 orang, atau hanya sekitar sepertiga dari kebutuhan minimal. Hasil ini berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim 2024.
"Artinya rasionya tidak terpenuhi. Yang seharusnya 35 orang menangani 100 ribu penduduk, di Kaltim hanya sekitar 13 orang saja. Itu pun tidak merata di semua kabupaten dan kota," kata politisi PDI Perjuangan tersebut.
Menurut dia, kondisi tersebut ikut menjelaskan mengapa angka stunting Kaltim masih berada di 22,2 persen pada 2024, lebih tinggi dari rata-rata nasional.
Rendahnya cakupan intervensi spesifik, terbatasnya pendampingan keluarga berisiko, serta belum optimalnya pemantauan di posyandu, sebagian besar berkaitan dengan ketimpangan jumlah tenaga kesehatan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
