Fenomena Jalur Perseorangan, Aspirasi Melawan Abuse of Power

Fenomena Jalur Perseorangan, Aspirasi Melawan Abuse of Power

Ade Muriyono-(Dok. Pribadi)-

Jalur perseorangan diharapkan menjadi jalur praktis masyarakat untuk memberikan aspirasi secara langsung dengan mencalonkan figur yang diproyeksikan  menjadi pimpinan daerah namun  yang bersangkutan tidak mendapat “rekom” partai. 

Jalur ini mampu menyediakan calon alternatif yang diusung masyarakat. Namun perlu diketahui jalur ini sangat tidak mulus, karena harus memenuhi persyaratan yang harus dilengkapi dan cenderung mendapat perlawanan partai politik yang cenderung diwarnai abuse of power.  

Angka dukungan minimal yang harus dimiliki pasangan calon untuk pilkada 2024 Kabupaten Paser bisa dikatakan sebagai syarat yang berat, dikarenakan harus memenuhi dukungan masyarakat sebanyak sepuluh persen dari DPT Pemilu sebelumnya yaitu sebanyak 21.138 KTP yang tersebar minimalnya di 6 (enam) kecamatan.

Teknis Dukungan jalur perseorangan.

Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU)  Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024 menegaskan terkait jadwal dan tahapan salah satunya terkait pemenuhan syarat jalur perseorangan bisa dilaksanakan dan menyetorkan berkas dukungan dimulai pada Minggu, 5 Mei 2024 sampai dengan Senin, 19 Agustus 2024. 

Di dalam rentang waktu tersebut ada beberapa tahapan pendafataran hingga verifikasi yang harus dilaksanakan.

Tahap verifikasi untuk jalur perseorangan melalui beberapa tahapan verifikasi. Di antaranya verifikasi jumlah dukungan yaitu ambang minimal 21.138 dukungan KTP, verifikasi administrasi, dan verifikasi faktual yang pada pilkada tahun sebelumnya menggunakan sensus bukan sampling. 

Berdasarkan tahapan yang ada maka paslon yang mendaftarkan diri melalui jalur perseorangan seringkali mendapat gesekan di lapangan dengan adanya friksi untuk menggagalkan atau sekedar menghalangi proses verifikasi faktual. 

Verifikasi administrasi untuk menyaring identitas warga yang tidak bisa memberikan dukungan, seperti anggota TNI, Polri, dan PNS dan syarat lainnya. Dalam PKPU nomor 2 tahun 2024 sudah diperkuat oleh surat pernyataan oleh masyarakat yang dalam  KTP masih terkendala persyaratan namun kenyataannya sudah masuk dalam persyaratan. Semisal dalam KTP pekerjaan masih TNI/Polri atau ASN namun sebenarnya yang bersangkutan sudah pensiun maka dianggap sah apabila membubuhkan pernyataan telah pensiun.

Setelah lolos vermin maka dilanjutkan dengan verifikasi faktual yang langsung dilaksanakan dengan metode sensus 100%  dukungan untuk mencapai dukungan yang dipersyaratkan, jika dalam verfak dihasilkan belum memenuhi syarat minimal dukungan sah hasil verifikasi, maka paslon diminta untuk perbaikan untuk memenuhi syarat yang ada. 

Sedangkan verifikasi faktual digelar dengan mendatangi satu per satu warga yang dilampirkan KTP-nya dalam berkas dukungan. Jika menurut verifikasi, bakal calon memenuhi syarat pencalonan perseorangan dan dianggap sah, maka akan ditetapkan sebagai pasangan calon perseorangan dan berhak melakukan pendaftaran calon peserta pilkada bersamaan dengan calon dari jalur usungan partai politik.

Melihat syarat dukungan yang harus dipenuhi sebesar 21.138 lembar KTP pendukung, sudah pasti bukan hal yang mudah bagi calon perseorangan yang ingin maju dalam Pilkada Paser 2024. Syarat yang tidak ringan itu harus dipenuhi oleh calon apalagi dengan metode sensus yang mensyaratkan 100% ditemui sebagai responden dan menyatakan dukungan sepenuhnya di depan verifikator dan tenaga pengawas dari ad hock bawaslu. 

Kendala terbesar kesulitan calon perorangan adalah memenuhi persyaratan dukungan yang memang memerlukan tenaga dan sumber daya yang besar. Mengingat keadaan aksesibilitas ke daerah menuju tempat pendukung di Kabupaten Paser sangat tidak mudah.

Kebanyakan calon perseorangan kesulitan dalam mengkonsolidasi syarat dukungan yang disyaratkan. Mengingat tidak punya cukup waktu dan keterbatasan geografi untuk menjangkau pendukung yang ada. Jika calon perorangan populer pun juga tidak bisa banyak membantu kalau tidak didukung oleh pendanaan yang kuat dan juga waktu yang memadai untuk mengumpulkan dukungan dari masyarakat. 

Dari sudut pandang mana pun kondisi ini terkesan tidak adil. Wajar jika kemudian muncul opini bahwa regulasi yang ada terlalu berorientasi untuk memudahkan parpol di satu sisi dan menghambat calon perseorangan di sisi yang lain. Hal ini akan diperparah dengan adanya abuse of power yang sebagian besar pendukung incumbent tidak menghendaki adanya paslon jalur perseorangan dan akhirnya melawan kokos (kotak Kosong).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: