Pemprov Kaltim Temukan 1.018 Kasus HIV Sepanjang 2025, Perluas Skrining Hingga 272 Faskes
Kepala Dinas Kesehatan Kaltim dr Jaya Mualimin. -Mayang/Disway -
"Pengobatan yang cepat dan tepat merupakan kunci memutus mata rantai penularan," tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pemerintah juga terus mendorong masyarakat agar tidak takut melakukan pemeriksaan sukarela ke puskesmas atau klinik layanan HIV, karena seluruh data pasien dijamin kerahasiaannya.
Untuk memperluas akses pengobatan, Pemprov Kaltim kini menyiapkan 272 fasilitas kesehatan yang menyediakan layanan perawatan, dukungan, dan pengobatan bagi pasien HIV/AIDS.
Layanan tersebut tersedia di puskesmas, klinik swasta, praktik dokter mandiri, hingga rumah sakit rujukan di kota/Kabupaten. Selain itu, SELURUH layanan ARV diberikan tanpa biaya sepeser pun.
BACA JUGA:788 Kejadian Bencana Sepanjang 2025 di Kaltim, Banjir Mendominasi
Data terbaru menunjukkan bahwa selain 1.018 kasus HIV, Kaltim juga mencatat 223 kasus AIDS dan 112 kematian yang terkait dengan infeksi ini pada 2025.
Jaya membeberkan, Bahwa penanganan HIV di Benua Etam tidak berdiri sendiri, melainkan dilaksanakan bersamaan dengan penanggulangan tuberkulosis dan malaria melalui program terpadu ATM (AIDS, Tuberkulosis, dan Malaria).
"Melalui pendekatan ini, pemerintah berharap seluruh penyakit infeksi menular dapat ditangani secara lebih efisien, terutama di daerah yang memiliki tantangan geografis dan akses kesehatan yang terbatas."
BACA JUGA:Jika Diterpa Bencana, BPBD Kaltim Sudah Siapkan Mitigasi, dari Pra hingga Setelah Kejadian
"Program terpadu ini memastikan masyarakat bisa mendapatkan layanan kesehatan yang komprehensif dalam satu sistem layanan," paparnya.
Jaya juga menyoroti pentingnya kedisiplinan pasien dalam menjalani pengobatan ARV.
Adapun, obat tersebut harus diminum secara teratur untuk menekan kemampuan virus berkembang biak dalam tubuh dengan cepat. Ketika jumlah virus dapat ditekan ke tingkat sangat rendah, pasien dapat menjalani kehidupan normal, bekerja, beraktivitas sosial, dan tetap produktif.
Di sisi lain, upaya edukasi terus digencarkan pemerintah untuk mengurangi perilaku berisiko yang dapat meningkatkan peluang penularan HIV. Kampanye kesehatan diberikan kepada berbagai komunitas untuk mengingatkan bahaya hubungan seksual tidak aman dan penggunaan jarum suntik secara bergantian, dua faktor yang masih menjadi penyumbang besar penularan HIV di Indonesia.
Selain itu, Jaya menekankan bahwa masyarakat harus memahami bahwa HIV tidak menular melalui sentuhan, pelukan, atau interaksi sosial sehari-hari lainnya.
"Kami minta masyarakat tidak mendiskriminasi ODHA karena virus ini sulit menular hanya melalui interaksi sosial biasa," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
