Kementerian ATR/BPN Soroti Tumpang Tindih Lahan Milik Negara dengan Masyarakat di Kaltim
Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid-Mayang Sari/ Nomorsatukaltim-
SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menata ulang persoalan lahan di Kalimantan Timur (Kaltim).
Ia menyoroti 2 isu besar yang masih menghambat pembangunan dan keadilan agraria di daerah ini, yakni tumpang tindih lahan Barang Milik Negara (BMN) dan rendahnya kepatuhan perusahaan terhadap kewajiban plasma bagi masyarakat di sekitar perkebunan.
Pernyataan itu disampaikan Nusron dalam Rapat Koordinasi Pertanahan dan Tata Ruang antara Kementerian ATR/BPN dan seluruh kepala daerah di Kaltim yang digelar di Gedung Odah Etam, Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda, Jumat 24 Oktober 2025.
"Isu yang kami angkat ada 2 hal besar. Pertama, soal tumpang tindih antara lahan BMN baik milik Pemda, BUMN, TNI, maupun Polri dengan lahan yang sekarang dikuasai masyarakat," ungkap Nusron.
BACA JUGA: Sengketa Lahan Berlarut, Pemkab Mahulu Usulkan Solusi Lahan Plasma untuk Masyarakat dan Perusahaan
Secara regional, Nusron memaparkan bahwa hingga 2025 masih terdapat 386 kasus pertanahan di Kaltim. Dari jumlah tersebut, 150 kasus telah selesai atau 38,87 persen, sementara 236 kasus (61,13 persen) masih dalam proses penyelesaian.
Rinciannya, dari 87 sengketa, 52 sudah selesai dan 35 masih tersisa; dari 10 konflik, 2 selesai dan 8 tersisa; serta dari 289 perkara, 92 selesai sementara 197 masih berjalan.
Data tersebut menunjukkan bahwa penanganan kasus pertanahan di Kaltim masih menghadapi tantangan serius, terutama terkait tumpang tindih lahan BMN, aset pemerintah, BUMN, serta masyarakat, dan ketidaktaatan sejumlah perusahaan terhadap kewajiban plasma kepada rakyat.
"Penyelesaian kasus tanah itu tidak bisa dikejar target waktu, yang penting clean dan clear. Kalau dipaksa cepat tanpa pendekatan yang halus, bisa memicu gejolak di masyarakat," tegas Nusron.
BACA JUGA: Kasus Sengketa Lahan di Kampung Suaran, Mantan Kadisnaker Berau Ancam Tempuh Jalur Hukum
Menurutnya, penyelesaian sengketa aset negara tidak bisa dilakukan dengan semata pendekatan hukum, melainkan dengan pendekatan kemanusiaan.
Ia menilai, pendekatan hukum sering kali berujung pada konflik baru karena menempatkan negara dan rakyat dalam posisi berhadap-hadapan.
"Kami mencari solusi yang berbasis kemanusiaan, bukan berbasis kalah-menang atau benar-salah. Rumusnya adalah win-win solution. Rakyatnya tidak dirugikan, tapi negara tetap mencatatkan asetnya," jelas Nusron.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat sebanyak 58.305 kasus sengketa dan konflik pertanahan terjadi di seluruh Indonesia selama periode 2015–2025.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
