DBH Kaltim Dipangkas 50 Persen, Pengamat: Bersuara Lantang, Pemerintah Jangan Diam
Pengamat kebijakan publik Universitas Mulawarman, Saiful Bachtiar-Mayang Sari/ Nomorsatukaltim-
Ia menilai ekspresi landai itu menunjukkan ketidakpekaan terhadap hak rakyat.
"Baik itu Gubernur, Ketua DPRD, DPR, bupati, dan wali kota mestinya bersuara lantang. Ini bukan sekadar urusan APBD, tapi hak rakyat Kaltim. Cara berpikir jangan cari aman. Kalau diam saja, berarti rela rakyat dikorbankan," ujarnya.
Ia bahkan menyebut kebijakan pemotongan DBH sebagai bentuk 'kolonialisme modern' dari pemerintah pusat terhadap daerah penghasil sumber daya alam.
Jika pemangkasan benar diberlakukan, Saiful khawatir daerah akan menutup kekurangan APBD dengan menaikkan pajak.
Strategi itu, menurutnya, justru akan semakin memberatkan masyarakat kecil.
"Jangan sampai rakyat lagi yang jadi korban. Pajak bumi dan bangunan (PBB) atau kendaraan bermotor rakyat kecil mestinya tidak boleh dijadikan sumber utama PAD. Justru pajak tinggi harus dibebankan ke perusahaan tambang, sawit, dan angkutan berat mereka,"ujarnya.
BACA JUGA:4 Mahasiswa Akhirnya Dipulangkan, Penasihat Hukum: Pendidikan dan Masa Depan Tetap Jadi Prioritas
Ia mencontohkan, truk-truk besar pengangkut batu bara atau kelapa sawit yang melintas di jalan umum mestinya dikenakan pajak khusus, karena aktivitas mereka mempercepat kerusakan infrastruktur.
Saiful menerangkan, bahwa pemotongan DBH bertentangan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 yang menyebutkan kekayaan alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
"Kalau asas keadilan benar-benar dijalankan, mestinya DBH cukup untuk memperbaiki kerusakan lingkungan, membangun infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan di Kaltim. Nyatanya, daerah penghasil malah dianaktirikan," tuturnya.
Menurutnya, kontribusi besar Kaltim dalam menyokong APBN seharusnya berbanding lurus dengan perhatian pusat terhadap pembangunan daerah.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya, daerah penghasil merasa diperas tanpa mendapat imbalan yang setimpal.
Saiful mendesak pemerintah daerah agar tidak menerima begitu saja pemangkasan DBH.
Ia mengingatkan, sikap pasif hanya akan semakin memperburuk ketidakadilan fiskal.
"Kalau hanya diam, maka pemotongan ini sama saja dengan penzaliman. Ini bukan hanya soal angka, tapi harga diri daerah penghasil sumber daya alam," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
