Pengamat Politik Sebut Pendirian Sekolah Rakyat Berimbas Pada Labelisasi Siswa

Pengamat Politik Sebut Pendirian Sekolah Rakyat Berimbas Pada Labelisasi Siswa

Ilustrasi kegiatan belajar mengajar di sekolah.-istimewa-

SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Pemerintah Kota Samarinda berencana untuk bergerak cepat menindaklanjuti pembangunan Sekolah Rakyat.

Pengamat politik sekaligus akademisi Universitas Mulawarman, Saiful Bachtiar mengatakan bahwa ada dua hal utama yang penting untuk diperhatikan sebelum pelaksanaannya terwujud. 

Pertama, mengusung hak-hak warga negara Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang layak, hal ini telah tertuang dalam wajib belajar 9 tahun pada jenjang SD dan SMP.

Kedua, Menurut Saiful, terkait dengan kehidupan yang layak dari sisi fasilitas kesehatan.

Tentunya, hal ini dalam pemenuhan kebutuhan primer warga negara pada pangan dan sandang.

Lebih lanjut, ia berpandangan bahwa implementasi Sekolah Rakyat tak bisa serta-merta menuntaskan polemik pendidikan di Indonesia utamanya menyoal pemerataan akses pendidikan termasuk di Samarinda.

BACA JUGA : Penelitian: Mengurangi Akses Internet dapat Mengembalikan Otak Lebih Muda 10 Tahun

“Apakah skema untuk mendirikan sekolah rakyat memfasilitasi siswa yang tidak mampu ini sudah relevan dengan situasi kondisi saat ini yang ada di Indonesia terutama di kota Samarinda? Menurut saya ini perlu lagi dilihat secara lebih komprehensif,” kata Saiful Bachtiar, Selasa (1/4/2025).

Menurutnya, pemberian akses pendidikan kepada masyarakat pra sejahtera dapat dituntaskan dengan memulai pendataan dan melakukan pendekatan secara khusus untuk penyaluran bantuan.

“Dibuat skema saja, pemerintah mengidentifikasi, menginventarisasi siswa-siswa SD dan SMP itu yang masuk dalam kategori dari keluarga tidak mampu untuk diberi prioritas bersekolah di sekolah umum,” jelasnya.

BACA JUGA : Dishub Kubar Catat 5.000 Orang Mudik Melalui Pelabuhan Melak

Skema ini berbeda dengan program Kemensos yang akan menginisiasi program baru dengan mendirikan sekolah terpisah.

Hal ini menurutnya memungkinkan siswa-siswi dari kalangan pra sejahtera kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan yang lebih luas.

”Saya agak khawatir ketika misalnya nanti dia melanjutkan ke jenjang berikutnya akan ada labelisasi bahwa anak itu tadinya berasal dari sekolah yang dikhususkan untuk keluarga tidak mampu. Tentu stigmanya tidak bagus," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: