Dugaan Penyekapan Karyawan Toko Satria Balikpapan, JPU Tuntut 3 Tahun Penjara

Dugaan Penyekapan Karyawan Toko Satria Balikpapan, JPU Tuntut 3 Tahun Penjara

Sidang tuntutan perkara dugaan kasus penyekapan yang dilakukan oleh pemilik Toko Satria, Balikpapan. (istimewa)--

BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM – Dugaan kasus penyekapan yang dilakukan oleh Maydiawati (57), seorang pengusaha sekaligus pemilik salah satu toserba di Balikpapan yakni Toko Satria yang terletak di Kelurahan Mekar Sari, Balikpapan Tengah, kini tengah menunggu vonis dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan.

Pembacaan vonis dijadwalkan akan digelar pada 11 September 2024 mendatang, dengan perkara yang teregistrasi nomor 366/Pid.B/2024/PN.Bpp.

Penasihat hukum Maydiawati, Latif, sebelumnya mengatakan bahwa dalam sidang duplik pada Kamis (5/9/2024) lalu, Maydiawati memberikan tanggapan terhadap respons Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas pledoi yang telah diajukan.

BACA JUGA : KPU Balikpapan Umumkan Hasil Tes Kesehatan Bapaslon Pilkada 2024, Hasilnya Alhamdulillah

Ia juga menyoroti ketidaksesuaian antara dakwaan dan tuntutan yang dilayangkan oleh JPU, Entin Pasaribu.

Latif mengungkapkan bahwa dakwaan terhadap kliennya mencakup penyekapan dan perbuatan tidak menyenangkan, yang diatur dalam Pasal 333 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Jika terbukti, Maydiawati terancam hukuman tiga tahun penjara, sementara rekannya, Mardiah, menghadapi tuntutan satu tahun penjara karena hanya turut serta melakukan dugaan tindak pidana tersebut.

"Ada dua dakwaan, namun ada unsur yang diabaikan, dan pasal yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi masih digunakan," kritik Latif pada Jumat (6/9/2024) lalu.

BACA JUGA : 23 Tahun Jadi Penggali Kubur Sukarela, Bripka Joko Patut Dipuji Kapolri dan Kapolres Samarinda

Latif merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013, yang menyatakan bahwa frasa "sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum. 

Menurutnya, frasa tersebut telah dihapuskan karena menimbulkan ketidakpastian hukum dan rentan disalahgunakan.

Latif juga menyoroti adanya saksi yang tidak tercantum dalam berkas awal namun tiba-tiba dihadirkan dalam persidangan, dan menyebutkan bahwa kehadiran saksi tersebut tidak didasari oleh analisis hukum yang kuat. 

"Tindakan ini seolah hanya menyalin dari berkas penyidik tanpa bukti yang mendukung kesalahan klien saya," tambahnya.

BACA JUGA : Pemkab Kutai Kartanegara Raih Penghargaan Wahana Tata Nugraha 2024

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: