AI Jadi Ancaman di Pemilu 2024, AJI Gandeng Akademisi Pantau Ujaran Kebencian di Medsos

AI Jadi Ancaman di Pemilu 2024, AJI Gandeng Akademisi Pantau Ujaran Kebencian di Medsos

Logo Aliansi Jurnalis Independen (AJI)-(Disway/ Istimewa)-

Balikpapan, NOMORSATUKALTIM –Berkaca dari pengalaman Pemilu 2019 lalu, kelompok minoritas kerap menjadi target ujaran kebencian selama tahapan suksesi kepemimpinan nasional berlangsung.

Bahkan pada Pemilu 2024 mendatang, kehadiran Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, diproyeksi bakal mendukung produksi ujaran kebencian di media sosial.    

Karenanya, jelang Pemilu 2024 mendatang, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bersama Monash University Indonesia berkolaborasi memantau penyebaran ujaran kebencian online yang menargetkan kelompok minoritas.

Pantauan akan berlangsung selama 8 bulan, mulai Oktober 2023 hingga Mei 2024.

Teken kerja sama ini dilakukan oleh Sekretaris Jenderal AJI Indonesia Ika Ningtyas dan Pembantu Rektor Bidang Riset Monash University Indonesia, Alex Lechner di Tangerang, Rabu (11/10/2023).

Monitoring ujaran kebencian akan dilakukan dengan kecerdasan buatan (artifical intelligence) untuk mengumpulkan, analisis, permodelan, dan penyajian data berbagai pesan yang bertujuan memecah belah masyarakat.

Sekretaris Jenderal AJI Indonesia Ika Ningtyas mengatakan ujaran kebencian terhadap kelompok minoritas selalu meningkat setiap pemilu, salah satunya menggunakan misinformasi dan disinformasi. Hal ini  dapat berdampak pada menguatnya polarisasi, diskriminasi, dan memicu persekusi pada kelompok minoritas seperti minoritas agama dan minoritas gender.

“AJI perlu berkolaborasi dengan perguruan tinggi untuk merumuskan desain monitoring, menganalisis dan menyajikan data dalam sebuah platform. Hasil monitoring tersebut, dapat menjadi panduan bagi media untuk memproduksi karya jurnalistik,” kata Ika melalui rilis resmi AJI, dikutip Kamis (12/10/23).

Data tersebut nantinya dapat digunakan oleh media massa untuk melihat tren penggunaan ujaran kebencian dan menghindari untuk mengamplifikasi narasi yang disebarkan kelompok politik tertentu yang justru memperkuat stigma dan diskriminasi kepada kelompok minoritas.

Selain itu, data hasil monitoring akan memudahkan berbagai elemen masyarakat seperti Bawaslu, Dewan Pers, platform media sosial, maupun organisasi yang membela hak-hak minoritas agar dapat mengantisipasi dan memitigasi ujaran kebencian yang berujung pada polarisasi sosial.

Pembantu Rektor Bidang Riset Monash University Indonesia, Alex Lechner menjelaskan, selama pemilu, politisi akan menggunakan strategi apapun demi mendapatkan suara, termasuk menyebarkan kebencian terhadap kelompok tertentu,  termasuk komunitas minoritas yang rentan.

"Masalah serupa terjadi di seluruh dunia, bukan hanya Indonesia," kata Alex saat acara penandatanganan kerja sama.

Menurut dia, tantangan jurnalis dan peneliti adalah bagaimana memantau ujaran kebencian secara intensif. Bahasa dan konteks persoalan menjadi tantangan bagi pemantauan tersebut.

Selama ini sudah ada kalangan yang memantau ujaran kebencian. Sebagian besar melibatkan pakar politik atau ilmu sosial. Tapi, Monash University Indonesia menggabungkan disiplin ilmu sosial dan data sains sehingga memungkinkan pemantauan dalam skala besar.

Co-director Data & Democracy Research Hub, Monash University Indonesia, Derry Wijaya mengungkap, pada Pilpres Indonesia 2024 akan terjadi AI-generatif dalam sekala yang cukup luas. Beberapa di antaranya disalahgunakan untuk memproduksi ujaran kebencian, misinformasi dan disinformasi.

Namun, AI juga bisa dikembangkan untuk mengindetifikasi dan mendeteksi lebih dini penyebaran misinformasi, disinformasi, dan ujaran kebencian. Sehingga publik dapat menentukan tindakan intervensi lebih tepat.

“Dengan tujuan ini kami mengembangkan AI agar dapat mendukung keberagaman dan demokrasi,” kata Derry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: