Ancaman Krisis saat Pandemi
Jakarta, nomorsatukaltim.com - Terperosoknya perekonomian Selandia Baru pada kuartal II-2020 memperpanjang daftar negara kawasan Asia Pasifik yang masuk ke jurang resesi.
Sebelumnya, Malaysia, Singapura, Thailand, Jepang hingga Korea Selatan telah lebih dulu terjerembab. Karena mengalami kontraksi ekonomi 2 kuartal berturut-turut.
Tidak berbeda dengan negara lainnya, remuknya perekonomian Selandia Baru juga disebabkan pandemi COVID-19. Sejak kasus pertama muncul pada akhir Februari 2020, negara kepulauan di tenggara Australia itu langsung membatasi pergerakan orang dan melakukan penguncian wilayah alias lockdown.
Hal ini mengakibatkan perekonomian kuartal I mereka terkontraksi 1,6 persen. Lalu memburuk pada kuartal selanjutnya menjadi minus 12 persen. Juru bicara Badan Statistik Selandia Baru, Paul Pascoe mengungkapkan, kontraksi ekonomi kuartal II itu menjadi yang terdalam sejak pencatatan dimulai pada 1987.
Bagi Indonesia, tumbangnya ekonomi negara-negara Asia Pasifik tentu berdampak terhadap cepat atau lambatnya pemulihan ekonomi nasional. Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menuturkan, hal ini disebabkan setidaknya oleh 3 hal.
Pertama, karena beberapa negara di antaranya merupakan mitra dagang dengan potensi pasar cukup besar. Melambatnya perekonomian negara-negara mitra dagang akan membuat ekspor Indonesia lesu dan industri manufaktur di dalam negeri semakin tertekan.
Ketika penjualan di luar negeri terpangkas, sementara permintaan domestik masih lesu, pabrik-pabrik di Indonesia otomatis akan mengurangi produksi yang dapat berdampak pada pengurangan jumlah tenaga kerja.
Singapura, misalnya, merupakan salah satu tujuan utama ekspor non-migas Indonesia. Perannya terhadap keseluruhan ekspor merupakan terbesar keempat setelah China, Amerika Serikat dan India.
Resesi yang dialami Singapura telah membuat ekspor non-migas Indonesia merosot dalam 3 bulan terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Juni lalu ekspor non-migas ke negeri jiran mengalami kontraksi hingga minus sebesar 0,72 persen year on year (yoy).
Padahal di bulan sebelumnya, ekspor non-migas masih tumbuh 17,09 persen. Kondisi ini terus memburuk pada Juli dan Agustus menjadi minus 1,73 persen (yoy) dan minus 5,02 persen (yoy).
“Jangan lupa. Singapura adalah salah satu mitra dagang terbesar kita. Kalau dilihat, negara-negara mitra dagang itu mengalami resesi yang cukup dalam dan ini akan mengganggu ekspor apabila di kuartal IV kondisinya tidak membaik,” ucapnya Rendy, Jumat (18/9).
Kedua, karena investor asing terbesar Indonesia berasal dari negara-negara kawasan Asia Pasifik. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat 5 dari 10 penanaman modal asing (PMA) terbesar sepanjang tahun lalu justru negara tetangga.
Kabar buruknya, 4 dari 5 negara dengan PMA tersebar itu telah mengalami resesi. Antara lain Hong Kong dengan total investasi sebesar US$ 1,14 miliar, Singapura US$ 1,12 miliar, Jepang US$ 1,07 miliar, dan Korea Selatan US$ 431 juta.
Resesi yang mendera negara-negara tersebut akan menyebabkan aliran modal ke Indonesia makin seret. Mereka akan melakukan konsolidasi untuk membantu perekonomian negaranya masing-masing dan memangkas rencana ekspansi modal ke luar negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: