Bankaltimtara

MK Melarang Anggota Polri Isi Jabatan Sipil, Praktisi Hukum: Waspadai Pola 'Poco-Poco'!

MK Melarang Anggota Polri Isi Jabatan Sipil, Praktisi Hukum: Waspadai Pola 'Poco-Poco'!

Pendiri LBH Sentra Juang Balikpapan, Mangara Tua Silaban.-(Foto/ Istimewa)-

BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Pendiri LBH Sentra Juang Balikpapan, Mangara Tua Silaban mengingatkan masyarakat agar tidak lengah. Meski Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang melarang anggota Polri aktif mengisi jabatan sipil.

Praktisi hukum di Balikpapan ini justru melihat resistensi kuat muncul pascaputusan yang seharusnya memperkuat agenda reformasi tersebut.

"Politik di republik ini bergerak seperti tarian poco-poco. Melangkah maju satu langkah, menyamping sedikit, kemudian tanpa disadari mundur lagi," ujarnya, pada Minggu (16/11/2025).

Ia mengidentifikasi 2 kejadian berdekatan yang memperlihatkan pertarungan kekuatan politik nasional.

BACA JUGA: Petugas Jaga Polsek Samarinda Kota Masih dalam Proses Pemeriksaan Propam Polda Kaltim

Kejadian pertama adalah penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Soeharto yang memicu pertanyaan soal kelayakan keteladanan. Sementara yang kedua adalah keluarnya putusan MK yang melarang personel Polri aktif mengisi posisi sipil.

Menurut Mangara, dua peristiwa tersebut menggambarkan republik yang bergerak di antara dua kutub kekuatan.

Di satu sisi menurutnya ada kelompok pewaris Orde Baru yang berupaya menghidupkan "kenyamanan masa lalu", sementara di sisi lain ada kaum reformis yang berjuang mempertahankan semangat 1998.

"Keduanya tumbuh dan bekerja dalam arena politik yang sama, kadang saling menekan, kadang saling menutupi," paparnya.

BACA JUGA: Siapkan Pertarungan 2029, PDI-P Kaltim Mulai Poles Kader dari Sekarang

Data yang disampaikan ahli Soleman Pontoh dalam persidangan MK mengungkapkan fakta yang menurut dia mengejutkan. Tercatat 4.351 personel Polri aktif menduduki posisi sipil, dengan 1.184 di antaranya berpangkat perwira aktif. 

Angka-angka tersebut membuktikan bahwa perubahan yang seharusnya tuntas justru belum pernah benar-benar dimulai.

Agenda reformasi yang menuntut pemisahan jelas antara ranah sipil dan aparat sudah berjalan lebih dari 2 dekade. Namun realitas menunjukkan kondisi masih sangat jauh dari standar yang diharapkan.

"Lebih mengkhawatirkan lagi, sebagian masyarakat sudah tidak menganggap ini sebagai persoalan," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: