Temuan BPK di OPD Kutai Timur, Pansus LHP DPRD Sebut Ada Kelebihan Bayar dan Penyimpangan Proyek
Ketua Panitia Khusus (Pansus) LHP DPRD Kutim Shabaruddin-Sakiya Yusri/Nomorsatukaltim-
KUTIM, NOMORSATUKALTIM - Sejumlah temuan mencuat dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) di berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim).
Temuan tersebut mencakup beberapa aspek krusial, seperti kelebihan pembayaran, kekurangan volume pekerjaan, serta penggunaan material yang tidak sesuai dengan kontrak.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) LHP DPRD Kutai Timur, Shabaruddin mengungkapkan, bahwa pihaknya telah menggelar rapat bersama OPD terkait.
Rapat ini merupakan langkah awal klarifikasi terhadap hasil pemeriksaan BPK atas penggunaan anggaran tahun 2024.
BACA JUGA: Dua Opsi Lahan Disiapkan untuk Sekolah Rakyat di Kutim, Syaratnya Harus Clean and Clear
BACA JUGA: Kampung Sidrap Masuk Wilayah Kutim, Fokus Utama Pelayanan Dasar Masyarakat
Dalam pertemuan yang berlangsung di Kantor DPRD Kutim tersebut, Pansus memanggil tiga OPD yang dinilai memiliki jumlah temuan paling signifikan berdasarkan laporan BPK.
“Tiga OPD yang kami undang adalah Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), serta Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora). Dari hasil audit, ketiganya memiliki masalah paling menonjol,” ujar Shabaruddin, Rabu 30 Juli 2025.
Dia menjelaskan, bahwa secara total terdapat 13 OPD yang disoroti oleh BPK. Namun, untuk tahap awal, Pansus memfokuskan klarifikasi pada 3 dinas tersebut karena besarnya nominal dan jumlah temuan.
Temuan yang dilaporkan BPK terbagi ke dalam 2 kategori utama, yaitu kelebihan bayar dan ketidaksesuaian spesifikasi pekerjaan dengan kontrak yang telah disepakati. Kelebihan bayar umumnya terjadi akibat volume pekerjaan yang tidak sesuai.
BACA JUGA: Tercatat 47 Kasus Pernikahan Anak di Kutim, DPPPA Sororti Peran Orang Tua dan Pendidikan
BACA JUGA: Dana Desa di Kutim Diselewengkan Hampir Rp 2 Miliar, Oknum Bendahara Diduga Terlibat
“Contohnya, ada proyek semenisasi yang seharusnya dikerjakan sepanjang 100 meter, tapi realisasinya hanya 80 meter,” jelasnya.
Selain itu, ditemukan pula ketidaksesuaian dalam hal teknis, seperti ketebalan jalan atau bangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi kontraktual. Hal ini dinilai sebagai penyimpangan yang harus dikoreksi atau dikembalikan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
