Wedang Dayak, Warisan yang Tumbuh di Ladang Kembali Hadir Menyapa Lidah Masa Kini
Nurul Dania menunjukkan kemasan Wedang Dayak yang dirintisnya sejak 2019 akhir. Produk ini memadukan bawang dayak dengan rempah lokal Kalimantan.-Salsabila-Disway Kaltim
BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Pada satu sudut di toko oleh-oleh Balikpapan, deretan kemasan terpajang rapi di rak kayu. Di dalamnya, aroma rempah yang dulu hanya mengepul dari tungku dapur orang-orang Dayak, kini merambat menembus sekat waktu.
Namanya Wedang Dayak, minuman olahan bawang dayak yang lahir dari keyakinan seorang perempuan untuk menjaga warisan leluhurnya agar tak tenggelam ditelan zaman.
"Kalau bukan saya sendiri yang melestarikan bawang dayak, siapa lagi?" ucap Nurul Dania, pendiri Wedang Dayak.
Perempuan kelahiran tahun 1988 ini menatap produknya dengan tatapan yang tak sekadar bangga, tetapi juga cemas.
BACA JUGA : 4 Metode Latihan Gym untuk Pemula, Investasi Jangka Panjang di Hari Tua
Ia khawatir generasi muda tak lagi mengenal tanaman yang dahulu akrab dengan keseharian keluarga Dayak.
Bawang dayak, sebagaimana dilansir dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, mengandung senyawa flavonoid dan tanin yang dikenal sebagai antioksidan alami.
Umbi kecil berwarna merah jambu itu memiliki rasa pahit yang membuatnya jarang disentuh tangan anak-anak masa kini. Padahal, sejak lama bawang dayak dipercaya mengandung khasiat bagi kesehatan.
Publikasi Universitas Gadjah Mada mencatat, tanaman ini memiliki sifat antibakteri, serta secara tradisional digunakan untuk menjaga tekanan darah dan kesehatan pencernaan.
"Ini dulu selalu ada di dapur kami. Orang tua kami menanam dan menggunakan bawang dayak untuk ramuan jamu, untuk rebusan yang diminum ketika badan lelah," tuturnya.
BACA JUGA : Film Horor Tuana Tuha Angkat Legenda Mistis Tanah Kutai ke Layar Lebar
Tak mudah mengajak orang kembali mencintai sesuatu yang nyaris dilupakan. Apalagi, di awal 2020, saat Nurul mulai serius merintis usaha, bawang dayak yang belum pernah diolah menjadi minuman instan yang siap seduh. Bahkan petani lokal enggan menanamnya.
"Karena rasanya pahit, banyak yang tidak mau menanam," ujar Nurul kepada Nomorsatukaltim.
Maka, ia dan suaminya memilih langkah sederhana yakni dengan menanam sendiri bibit bawang dayak di kebun. Setelah itu, ia perlahan mendekati petani sekitar dengan cara yang lebih bisa diterima.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
