Bankaltimtara

Usulan Nama Baru Bandara, UPBU Kalimarau Ingatkan Pemrakarsa Harus Penuhi Prosedur Kemenhub

Usulan Nama Baru Bandara, UPBU Kalimarau Ingatkan Pemrakarsa Harus Penuhi Prosedur Kemenhub

Kepala Badan Layanan Umum UPBU Kelas I Kalimarau, Patah Atabri-Maulidia Azwini/ Nomorsatukaltim-

BERAU, NOMORSATUKALTIM — Rencana Pemerintah Kabupaten Berau mengubah nama Bandara Kalimarau menjadi Raja Alam Sultan Alimuddin mendapat sambutan positif dari Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU).

Sebelumnya, Dinas Sosial Berau mengungkapkan, bahwa penggantian nama Bandara Kalimarau menjadi Raja Alam Sultan Alimuddin merupakan bagian dari rangkaian pengajuan tokoh tersebut sebagai Pahlawan Nasional.

Pemerintah daerah bahkan telah membentuk tim penilai yang melibatkan Keraton Sambaliung, Keraton Gunung Tabur, serta akademisi.

Menanggapi usulan itu, Kepala Badan Layanan Umum (BLU) Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Kelas I Kalimarau, Patah Atabri menegaskan, bahwa pihak bandara pada prinsipnya mengikuti kebijakan pemerintah daerah sebagai pemrakarsa.

BACA JUGA: Otoritas Bandara Minta Pemkab Berau Terbitkan Aturan Keselamatan Lindungi Kalimarau dari Aktivitas Berisiko

Namun, dirinya mengingatkan, bahwa usulan tersebut harus memenuhi seluruh persyaratan administratif sebelum dapat diajukan ke Kemenhub untuk dievaluasi.

“Pada dasarnya kami mengikuti saja. Yang penting semua persyaratan dilengkapi dan tahapan-tahapan yang diwajibkan regulasi harus dijalankan,” ujarnya kepada Nomorsatukaltim, Senin 24 November 2025.

Menurut Patah, perubahan nama bandara diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 39 Tahun 2019 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional.

Dalam aturan itu, pemrakarsa diwajibkan melampirkan sederet dokumen dan persetujuan sebelum usulan diproses lebih lanjut.

BACA JUGA: Kontroversi Parkir VIP Rp 35 Ribu di Bandara Kalimarau, Begini Penjelasan Pengelola dan Pemda

Beberapa di antaranya meliputi surat persetujuan Gubernur dan DPRD Provinsi, persetujuan Bupati dan DPRD Kabupaten, serta dukungan masyarakat adat setempat.

Bila menggunakan nama tokoh, diperlukan pula persetujuan ahli waris, penjelasan latar belakang pergantian nama, dan bukti publikasi usulan perubahan nama di media massa.

“Ada banyak syarat yang harus dipenuhi. Termasuk surat pernyataan bahwa tidak ada keberatan dari masyarakat setelah uji publik dilakukan, serta komitmen bahwa nama bandara tidak akan diubah lagi selama 20 tahun,” jelas Patah.

Ia menambahkan, pemrakarsa juga wajib menanggung risiko hukum apabila di kemudian hari muncul penolakan atau gugatan dari pihak lain.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait