BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM- Sidang perkara pidana Nomor 717/Pid.Sus/2024/PN Bpp yang melibatkan Direktur PT FK yakni Ismail sebagai terdakwa berlangsung di Pengadilan Negeri Balikpapan, pada Kamis (12/12/2024).
Ismail pun tengah menghadapi dakwaan penggelapan pajak yang merugikan negara hingga Rp445.824.554.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut terdakwa, yang telah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sejak 2013 di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Balikpapan Timur, tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk periode Mei dan Desember 2019.
“Terdakwa tidak menyetorkan pajak keluaran yang telah dipungut dari lawan transaksinya, yaitu PT PS dan PT BR, dan tidak melaporkannya dalam SPT Masa PPN," ungkap JPU dalam sidang.
BACA JUGA: Seorang Pria di Paser jadi Korban Pencurian HP, Saldo di M-Banking juga Ludes Terkuras
Adapun dalam agenda sidang ini adalah pemeriksaan saksi-saksi, dimana empat saksi dihadirkan untuk memperjelas kasus ini.
Saksi berinisial H dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kalimantan Timur dan Utara, menjelaskan, bahwa terdakwa tidak memenuhi kewajiban perpajakannya meski perusahaannya aktif melakukan transaksi bisnis.
"PT FK telah melakukan berbagai kerja sama dengan mitra seperti PT PS dan PT BR," jelas H.
Faktur pajak telah diterbitkan, namun pajak tersebut tidak disetorkan ke kas negara.
BACA JUGA: Prabowo: PPN 12 Persen Cuma untuk Barang Mewah, Rakyat Kecil Masih Aman
BACA JUGA: Ketua MPR RI Bocorkan Jenis Barang Tidak Kena PPN 12 Persen, Apa Saja?
Saksi lain dari DJP, berinisial J, mengungkap, bahwa terdakwa pernah diberi peringatan untuk melunasi tunggakan pajaknya.
"Terdakwa sempat berjanji secara tertulis untuk melunasi pajak, namun hingga kini belum ada pembayaran," ujarnya.
Sementara itu, seorang perwakilan PT PS, saksi berinisial L mengungkapkan, bahwa pada 2019 nilai kontrak kerja sama dengan PT FK mencapai miliaran rupiah.
"Salah satu invoice bernilai Rp900 juta, dengan kewajiban pajak sebesar Rp90 juta. Pajak itu seharusnya disetor oleh PT FK," jelas L.
BACA JUGA: Guru Miliki Peran Strategis Cetak Generasi Indonesia Emas 2045
BACA JUGA: 3 Daerah di Kaltara Ajukan Gugatan Pilkada ke MK
Saksi selanjutnya yakni ES dari PT BR juga menyebutkan adanya empat faktur pajak senilai Rp100 juta yang tidak disetorkan oleh terdakwa pada tahun yang sama.
Setelah beberapa saksi telah dimintai keterangan dihadapan majelis hakim, JPU Eka Rahayu menegaskan bahwa tindakan terdakwa Ismail menyebabkan kerugian signifikan bagi negara.
"Terdakwa tidak menyetorkan pajak yang sudah dipungut dari mitra bisnisnya, sehingga negara kehilangan pendapatan sebesar Rp445.824.554,00," terang Eka. Persidangan selanjutnya digelar pekan depan dengan menghadirkan enam saksi tambahan.