Pemkab Berau Maksimalkan Peran Garda Perlindungan untuk Perempuan dan Anak
Wakil Bupati Berau Gamalis (kiri).-Azwini/Disway Kaltim-
Ia menambahkan, konsep keluarga sehat harus dibangun di atas komunikasi yang terbuka antara suami, istri, dan anak.
Dominasi salah satu pihak, terutama dalam rumah tangga, hanya akan memicu ketimpangan peran.
“Kesetaraan itu soal kemitraan, bukan persaingan. Semua anggota keluarga berhak merasa aman dan dihargai tanpa menghilangkan kodrat masing-masing,” tuturnya.
Sebagai bentuk komitmen, Pemkab Berau melalui Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) membentuk Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA).
Unit ini memiliki mandat memberikan pendampingan menyeluruh kepada korban, mulai dari tahap pelaporan, pendampingan di kepolisian, hingga mengawal proses persidangan di pengadilan.
Tidak hanya mengandalkan peran pemerintah, perlindungan juga diperkuat dengan membangun jaringan organisasi masyarakat di tingkat kampung, seperti PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat), SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak), dan 2P (Pelopor dan Pelapor).
Keberadaan kelompok ini memungkinkan proses penanganan kasus berjalan lebih cepat, karena mereka menjadi garda terdepan dalam menerima laporan dan menyebarkan informasi hukum di lingkungannya.
“Organisasi ini sebenarnya sudah ada di masyarakat, hanya saja belum semua warga memahami perannya. Sosialisasi menjadi penting agar mereka tahu ke mana harus melapor,” jelasnya.
Selain mengandalkan jaringan advokasi, Pemkab Berau juga gencar mengedukasi masyarakat melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) dan unit-unit teknis di DPPKBP3A.
Ke depan, program ini akan diperkuat dengan pembuatan iklan layanan masyarakat yang memuat panduan mengenali bentuk kekerasan, prosedur pelaporan, hingga kontak resmi yang dapat dihubungi.
Langkah ini dilengkapi dengan layanan pemulihan psikologis bagi korban.
UPT PPA menyediakan tenaga psikolog profesional untuk memberikan konseling dan dukungan mental, baik kepada korban kekerasan fisik maupun pelecehan seksual.
Pendampingan dilakukan sejak tahap pelaporan hingga perkara tuntas, dengan tujuan mengembalikan rasa percaya diri korban dan membantu mereka bangkit dari trauma.
“Keadilan hukum harus diiringi dengan pemulihan psikis. Kami ingin korban bukan hanya mendapatkan putusan pengadilan, tetapi juga kekuatan untuk melanjutkan hidup,” tegas Rabiatul.
Dengan sinergi antara layanan hukum, pendampingan psikologis, edukasi publik, dan peran aktif masyarakat, Pemkab Berau optimistis mampu menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

