37 Ribu Hektare Lahan Tambang di Kutim Belum Dibayar Jamrek-nya
Ketua DPRD Kutim, Jimmi menyoroti masalah jamrek yang belum dibayar lunas oleh pengelola usaha tambang.-(Disway Kaltim/ Sakiya)-
KUTAI TIMUR, NOMORSATUKALTIM - Kabupaten Kutai Timur (Kutim) mencatat luasan lahan tambang terbesar di Kalimantan Timur (Kaltim) yang belum lunas pembayaran jaminan reklamasi (Jamrek).
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, totalnya mencapai 37.234 hektare, tersebar di 5 perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Kutim.
Ketua DPRD Kutim, Jimmi menyoroti serius masih adanya perusahaan yang belum menunaikan kewajiban pembayaran Jamrek sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan.
Ia menilai hal ini mencerminkan lemahnya kepatuhan sejumlah pelaku usaha tambang terhadap tanggung jawab lingkungan.
BACA JUGA: Mantan Kepala Dinas ESDM Kaltim Ditetapkan Tersangka, Diduga Terlibat Kasus Korupsi Jamrek Tambang
BACA JUGA: Terkait Jamrek dan Dugaan IUP Palsu, DPRD Kaltim Bentuk Pansus Ivestigasi Tambang
“Jamrek itu bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan. Kita kepingin itu segera ditaati oleh perusahaan-perusahaan itu. Karena itu jaminan kesejahteraan kita untuk pengelolaan lahan dan sebagainya. Itu penting sebenarnya,” tegas Jimmi, Rabu, 8 Oktober 2025.
Data yang diterima dari Direktorat Jenderal Minerba melalui Surat Nomor T-1533/MB.07/DJB.T/2025 menyebutkan, Kutim menjadi daerah dengan lahan tambang terbesar yang belum dibayarkan Jamreknya di Kaltim.
Dari 36 perusahaan tambang yang tercatat menunggak, 5 di antaranya beroperasi di Kutim.
Kelima perusahaan tersebut meliputi PT Alam Surya dengan luas 8.734 hektare, PT Jaya Mineral 8.327 hektare, PT Mitra Energi Agung 5.000 hektare, PT Multi Sarana Perkasa 9.979 hektare, dan PT Tambang Mulai seluas 5.194 hektare.
BACA JUGA: Jatam Desak Gubernur Rudy Mas'ud Lakukan Reklamasi 44 Ribu Lubang Tambang di Benua Etam
Jimmi mengatakan, angka tersebut seharusnya menjadi perhatian bersama antara pemerintah daerah, DPRD, dan instansi teknis di tingkat provinsi maupun pusat.
Pasalnya, jika kewajiban tersebut tidak segera dipenuhi, potensi kerusakan lingkungan di wilayah bekas tambang akan semakin besar.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
