Emir Moies Luruskan Sejarah Lewat Bukunya, Bongkar Distorsi tentang Bung Karno, Marxisme dan Marhaenisme
Izedrik Emir Moeis memaparkan isi bukunya berjudul “Marhaenisme: Visi Sosialisme Indonesia” dalam acara peluncuran dan diskusi publik di Café Vlorry, Samarinda Ulu, Senin (11/8/2025).-Mayang/Disway Kaltim-
SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Izedrik Emir Moeis menyampaikan buah pikirannya tentang ideologi Marhaenisme yang kerap disalahpahami.
Senin 11 Agustus 2025 malam, Emir berjalan perlahan dengan tongkat memasuki Cafe Vlorry, Jalan Anggur, Samarinda. Di sini ia akan menjadi pembicara sekaligus memantik diskusi buku yang ia tulis, "Marhaenisme: Visi Sosialisme Indonesia."
Beberapa politisi dan elit-elit PDI Perjuangan ikut hadir. Mulai dari Ananda Emira Moes, Sekretaris DPD PDIP Kaltim. Akbar Hakka, anggota DPRD Kukar serta Anggota DPRD Samarinda Iswandi.
Buku ini tidak hanya menjadi refleksi pemikiran ideologis. Tetapi juga sebuah ajakan serius kepada generasi muda Indonesia untuk kembali memahami akar sosialisme khas bangsa, marhaenisme.
Dalam pemaparannya, Emir Moeis menegaskan bahwa marxisme selama ini disalahpahami dan distigmatisasi sebagai ideologi terlarang.
Padahal, menurutnya, marxisme merupakan kerangka pikir yang berpihak kepada rakyat kecil dan menentang dominasi kapitalisme.
"Marxisme itu adalah cita-cita untuk memperjuangkan rakyat miskin agar hidup lebih sejahtera, serta untuk menghapus keserakahan kapitalisme," ujar Emir dengan tegas.
Buku ini ditulis dengan gaya bahasa yang sederhana dan aplikatif agar dapat diakses oleh kalangan muda.
Khususnya generasi yang selama ini terputus dari sejarah pemikiran kiri yang membentuk arah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Lebih lanjut, Emir menjelaskan bahwa marhaenisme merupakan hasil adaptasi pemikiran marxisme oleh Bung Karno yang dibumikan dalam realitas Indonesia.
Bukan sosialisme ala Eropa atau komunisme internasional, melainkan sebuah sistem yang membela petani, buruh, dan rakyat kecil Indonesia.
"Marhaenisme itu perlawanan terhadap kapitalisme dan kolonialisme, bukan bagian dari komunisme internasional. Ini khas Indonesia," jelasnya.
Dalam buku ini, Emir dengan tegas membantah narasi yang menyamakan marhaenisme dengan PKI atau komunisme.
Ia menyebut narasi tersebut sebagai warisan propaganda Orde Baru yang sengaja dipelihara rezim dan kekuatan kapitalis global yang takut pada kemandirian bangsa Indonesia.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
