Bankaltimtara

Emir Moies Luruskan Sejarah Lewat Bukunya, Bongkar Distorsi tentang Bung Karno, Marxisme dan Marhaenisme

 Emir Moies Luruskan Sejarah Lewat Bukunya, Bongkar Distorsi tentang Bung Karno, Marxisme dan Marhaenisme

Izedrik Emir Moeis memaparkan isi bukunya berjudul “Marhaenisme: Visi Sosialisme Indonesia” dalam acara peluncuran dan diskusi publik di Café Vlorry, Samarinda Ulu, Senin (11/8/2025).-Mayang/Disway Kaltim-

Tujuannya tak lain, agar menjauhkan rakyat dari kesadaran ideologis nasional.

Pelurusan Sejarah: Membongkar Distorsi tentang Bung Karno dan Marxisme

Salah satu bagian penting dari buku ini adalah upaya Emir untuk meluruskan narasi sejarah yang terdistorsi, khususnya era 1950-1965.

Ia menyayangkan bahwa peran besar Bung Karno dalam membangun kemandirian bangsa di bidang infrastruktur, diplomasi, dan industri strategis jarang diangkat dalam literatur resmi.

Dikatakan Emir, beberapa proyek yang disoroti Bung Karno antara lain; Pembangunan jalan raya Kalimantan dengan anggaran terbatas, Konferensi Asia-Afrika dan Gerakan Non-Blok, Proyek industri nasional yang mendukung kemandirian ekonomi Indonesia.

Emir pun mengkritik TAP MPRS 33/1967 yang dianggapnya menyudutkan Bung Karno secara politik dan historis.

Disebutkan bahwa Bung Karno dianggap sebagai penghianat karena mendukung pemberontakan yang didalangi oleh PKI. Beruntungnya, TAP MPRS tersebut telah resmi dicabut.

"Bagaimana mungkin seorang pengkhianat bangsa bisa menggali Pancasila? Ini kontradiksi yang ingin saya luruskan dalam buku ini," ucapnya.

Dia juga menggarisbawahi bahwa Pancasila tidak lahir sebagai kesepakatan politik semata, melainkan hasil dari proses panjang pemikiran ideologis.

Emir menegaskan bahwa Bung Karno merumuskan nilai-nilai Pancasila berdasarkan pembacaan mendalam terhadap marxisme dan disesuaikan dengan realitas sosial Indonesia.

"Marhaenisme dan marxisme itu satu tingkat di atas liberalisme dalam hal keberpihakan kepada rakyat," ujarnya.

Buku ini juga menjadi media kritik terhadap propaganda anti-marxis yang dikembangkan secara sistematis oleh rezim Orde Baru dan diperkuat oleh kepentingan asing.

Emir menyebut bahwa distorsi sejarah ini bertujuan melumpuhkan semangat kemandirian bangsa agar lebih mudah dikendalikan oleh kekuatan ekonomi global.

"Penggulingan Bung Karno dan pembusukan ajarannya adalah bagian dari proyek ideologis besar untuk menjauhkan rakyat dari keberpihakan terhadap rakyat kecil," kata Emir.

Dengan buku ini, ia ingin mendorong agar nilai-nilai marhaenisme dihidupkan kembali dalam kebijakan publik, pendidikan, dan gerakan sosial.

Dalam konteks kekinian, Emir menyatakan bahwa marhaenisme tetap relevan sebagai ideologi alternatif untuk menjawab ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan sosial.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: