Masukkan PBNU Terkait Rencana Pemerintah Menulis Ulang Sejarah Nasional: Jangan Lupakan Ulama
Ulil Abshar Abdalla.--
"Misalnya, masyarakat Nahdliyin ingin penulisan sejarah ini memperhatikan perspektif nasional ulama dan peran ulama dalam perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Dan juga peran ulama dalam membangun peradaban Indonesia, peradaban Nusantara," sebut Gus Ulil.
Karena itu ia berharap pemerintah dapat membuka ruang partisipasi yang lebih besar kepada seluruh elemen masyarakat.
Agar sejarah yang ditulis benar-benar menjadi cerminan jati diri bangsa dan bukan sekadar narasi sepihak dari pusat kekuasaan.
Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon menyampaikan bahwa penulisan ulang ini bertujuan penting untuk memperbarui narasi sejarah, yang selama ini belum mengalami penyempurnaan.
Fadli menyebut, terakhir kali sejarah Indonesia ditulis dan dibukukan adalah pada era Presiden ke-3 BJ Habibie, saat menjabat pada tahun 1998-1999.
BACA JUGA:Fadli Zon Kunjungi Masjid Tertua di Samarinda, Siap Dukung Perawatan Cagar Budaya Berusia 144 tahun
Sehingga, sudah lebih dari dua dekade ini Indonesia belum juga memperbaharui sejarah.
Padahal, menurutnya sejarah itu penting untuk diketahui dan dipelajari oleh generasi saat ini.
"Bayangkan saja, kita sudah 26 tahun tidak menulis sejarah nasional kita. Bahkan soal pemilu belum pernah ditulis sebagai bagian dari sejarah nasional."
"Padahal kita telah menjalani pemilu tahun 1999, 2004, 2009, hingga sekarang. Kalau 26 tahun itu tidak ada ditulis berarti terjadi kekosongan, nah ini yang akan kita tulis," ungkap Fadli Zon usai peresmian gedung BPK 14, Jalan HAM Rifaddin, Samarinda, Jumat (30/5/2025) lalu.
Fadli menjelaskan, pengetahuan sejarah nantinya akan dilakukan oleh 113 sejarawan dari hampir 40 perguruan tinggi di seluruh Indonesia, termasuk dari Kaltim.
BACA JUGA:Kearifan Lokal dan Hukum Adat Jadi Sorotan dalam Kuliah Umum UMKT Bersama Menteri Kebudayaan
Disinggung mengenai adanya potensi penafsiran tunggal, ia menegaskan bahwa hal tersebut tidak ada, lantaran yang ikut menulis sejarah ulang Indonesia, mereka yang mempunyai kompetensi dan keahlian di bidangnya.
"Tidak ada tafsir tunggal itu, penulis itu sejarawan dan tidak bisa sembarang orang menulis sejarah," jelasnya.
"Sekolahnya memang dari sarjana, doktor hingga profesor bidangnya sejarah, tidak bisa nulis sejarah itu ahli kimia, tidak bisa nulis sejarah itu ahli kedokteran," tambah Fadli.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
