Dilema Guru Mendisplinkan Siswa di Sekolah, DPRD Samarinda Dorong Adanya Payung Hukum yang Jelas

Dilema Guru Mendisplinkan Siswa di Sekolah, DPRD Samarinda Dorong Adanya Payung Hukum yang Jelas

Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie-Disway/ Mayang-

SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM- Tenaga pendidik kini terjebak dilema untuk menjalankan profesinya sebagai guru dalam mendisplinkan siswanya.

Pasalnya, jeratan hukum bisa menjatuhi mereka kapan saja jika ada sedikit kesalahan bertugas.

Tanggung jawab guru yang semakin dipersulit itu, kini mendorong Komisi IV DPRD Samarinda kian bertekad untuk menerbitkan peraturan daerah baru.

Usulan rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) ini telah dibahas oleh Komisi IV DPRD Samarinda bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud).

BACA JUGA: Dua Oknum Guru Honorer di Samarinda Dipenjara karena Dugaan Pelecehan Seksual Terhadap Muridnya

BACA JUGA: Terjadi Lagi, Oknum Guru Lecehkan Murid Akhirnya Dilaporkan TCR PPA Kaltim ke Polresta Samarinda

Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie mengatakan, bahwa upaya perlindungan guru akhirnya disuarakan melalui raperda ini.

Rancangan aturan baru yang lahir dari keresahan para guru yang merasa tidak memiliki perlindungan hukum saat menjalankan tugasnya.

“Saat ini, pengajar khawatir jika salah sedikit bisa berujung pada kasus hukum. Mereka butuh regulasi yang memberikan perlindungan agar tidak terjadi penafsiran yang merugikan,” ujar Novan, Kamis (20/3/2025).

Meskipun, saat ini sudah ada Peraturan Daerah (Perda) Kota Samarinda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pendidik dan Tenaga Kependidikan dalam Penyelenggaraan Pendidikan.

BACA JUGA: Komisi IV DPRD Samarinda Soroti Isu Pungutan Uang Perpisahan Sekolah

BACA JUGA: Pemkot Hapus Denda PBB-P2 Lewat Perwali, DPRD Samarinda Sambut Positif

Namun regulasi tersebut dinilai sebagian kalangan, belum cukup untuk memberikan hak-hak guru di Samarinda.

Oleh karena itu, para guru meminta regulasi yang dapat memperjelas batasan peran mereka, terutama dalam memberikan pendidikan etika di luar kurikulum formal.

Novan juga menyoroti berbagai permasalahan di dunia pendidikan. Tidak hanya soal kekerasan atau pelecehan di sekolah, tetapi juga soal tindakan disiplin yang kerap disalahartikan oleh masyarakat.

Novan mencontohkan beberapa kejadian di mana guru menegur siswa, tetapi malah berujung pada laporan hukum.

BACA JUGA: DPRD Pastikan Perusahaan Tambang Lakukan Reklamasi dan CSR

BACA JUGA: Atlet Berprestasi Samarinda Terima Bonus, Pemkot Siapkan Rp9 Miliar

Hal-hal seperti itu menurutnya harus ada payung hukum bagi para pengajar.

“Guru tidak hanya mengajar pelajaran akademik, tetapi juga mendidik etika. Sayangnya, banyak tindakan mereka yang disalahartikan oleh masyarakat,” imbuhnya.

Novan menekankan bahwa usulan raperda ini bukan untuk membenarkan tindakan kekerasan di sekolah, tetapi agar ada batasan yang jelas antara disiplin dan pelanggaran hukum.

Ia mencontohkan lagi kasus di mana seorang guru membiarkan siswanya berperilaku negatif di kelas sebagai bentuk protes. Guru tersebut takut menegur karena khawatir terkena tuntutan hukum.

BACA JUGA: Kemenag Minta Masjid dan Musala Buka 24 Jam Selama Mudik Lebaran 2025

BACA JUGA: Program Rumah untuk Guru, Mendikdasmen: Biar Guru Lebih Fokus Mengajar

"Kalau guru membiarkan siswa bertindak tidak baik, salah. Tapi kalau menegur, juga bisa dianggap salah. Ini yang perlu diperjelas dalam perda nanti," tambahnya.

Politisi Partai Golkar itu membeberkan bahwa raperda ini masih dalam tahap awal pembahasan dan belum masuk dalam usulan di Badan Pembentukan Perda (Bapemperda).

Oleh Karena itu, Komisi IV DPRD Samarinda akan menggali lebih dalam dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk organisasi guru seperti PGRI dan pakar hukum.

“Kami akan kaji lebih dalam apakah perda ini perlu dibentuk melalui panitia khusus (pansus) atau langsung didrafkan. Semua tergantung bagaimana usulan ini berkembang nantinya,” tutup Novan.

Dengan adanya regulasi ini, diharapkan para guru di Samarinda dapat menjalankan tugas mereka dengan lebih tenang, tanpa dihantui ketakutan akan konsekuensi hukum yang tidak jelas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: