PBB Sebut Ratusan Warga Sipil Tewas, 3 Negara Besar Minta Warganya Tinggalkan Suriah

Bendera Suriah di Ibu Kota Damaskus.-REUTERS-
NOMORSATUKALTIM – Para aktivis kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (6/12/2024) menyebut, ratusan warga sipil diperkirakan tewas atau terluka selama sepekan pertempuran di Suriah utara.
Dilansir Antara, pertempuran kian memanas di bagian utara, yang meluas ke bagian lain negara itu, merupakan ancaman besar bagi keselamatan warga sipil, dan kerusakan infrastruktur turut mengancam pengiriman bantuan.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menyatakan, meskipun jumlah pastinya masih harus dikonfirmasi, mereka menerima laporan lebih dari 370 warga sipil tewas hanya di daerah Hama saja.
Selain itu, layanan publik dan fasilitas penting di Aleppo terganggu atau tidak berfungsi karena kekurangan suplai dan personel yang sangat berdampak pada sistem perawatan kesehatan setempat.
BACA JUGA: Mengenal Hayat Tahrir al-Sham dan Kelompok Oposisi di Suriah yang berhasil Merebut Aleppo
Kondisi tersebut menyebabkan penangguhan operasi di sejumlah fasilitas kesehatan utama di Aleppo dan Idlib.
OCHA juga menyebutkan, konflik juga menyebabkan sedikitnya 370.000 orang telah mengungsi. Sebagian besar dari para pengungsi adalah perempuan dan anak-anak.
Sejumlah aktivis kemanusiaan mengatakan, bahwa puluhan ribu orang telah mengungsi ke bagian timur laut negara itu.
Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (United Nations High Commissioner for Refugees/UNHCR) dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang beroperasi di timur laut memperkirakan bahwa 60.000-80.000 orang baru saja mengungsi, termasuk lebih dari 25.000 orang yang ditampung di pusat-pusat penampungan pengungsi.
BACA JUGA: Serius, Murid SD di Sini Sudah Dikenalkan dengan Pelajaran Kuil Setan?
"Pusat-pusat pengungsian ini terisi penuh segera setelah didirikan," kata OCHA menambahkan dengan lokasi-lokasi yang saat sudah penuh. Orang-orang tidur di jalanan atau di dalam mobil mereka, pada suhu di bawah nol derajat Celsius.
PBB sedang bekerja sama dengan mitra-mitra kemanusiaannya di timur laut untuk mengidentifikasi kebutuhan keluarga-keluarga yang telah tiba di pusat-pusat pengungsian.
“Situasi di negara itu terus berubah dan jumlah korban yang pasti belum dapat dikonfirmasi,” jelas OCHA dikutip dari Antara.
Tiga Negara Besar Minta Warganya Keluar dari Suriah
Keruhnya konflik di Suriah membuat Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengeluarkan peringatan keamanan dalam rangka mendesak warga AS untuk segera meninggalkan negara tersebut.
BACA JUGA: KBRI Seoul Minta WNI Jauhi Kerumunan, Merespons Ketegangan Politik Korsel
Kedubes AS di Damaskus, Suriah, mengatakan melalui pernyataan bahwa situasi keamanan di Suriah terus bergejolak dan tidak dapat diprediksi dengan adanya pertempuran antarkelompok bersenjata di seluruh negeri itu.
Kedubes AS di Damaskus menyebutkan telah menghentikan operasinya pada 2012, dan bahwa pemerintah AS tidak dapat memberikan layanan konsuler bagi warga AS di Suriah.
Pernyataan itu menjelaskan bahwa Republik Ceko berfungsi sebagai kuasa pelindung kepentingan AS di Suriah.
Imbauan meninggalkan Suriah juga datang dari Kedutaan Besar Rusia di Damaskus, Jumat (6/12/2024). Mereka meminta warga Rusia yang tinggal di Suriah untuk segera pergi melalui penerbangan komersial dari bandara yang masih beroperasi.
BACA JUGA: Pengadilan Internasional Terbitkan Surat Penangkapan untuk PM Israel, Benjamin Netanyahu
“Situasi militer dan politik masih sulit. Kedutaan Besar Rusia dan kantor konsulat tetap beroperasi normal,” tambahnya dikutip dari Beritasatu.
Sedangkan Kedutaan Besar Tiongkok pada Kamis (5/12/2024) juga mengeluarkan imbauan serupa, meminta warga negaranya untuk meninggalkan Suriah secepat mungkin melalui jalur udara atau darat.
Konflik di Suriah Makin Meluas
Kelompok militan Hayat Tahrir al-Sham (sebelumnya dikenal sebagai Front Nusra) dan sejumlah kelompok bersenjata lainnya melancarkan operasi besar-besaran terhadap pemerintah Suriah pada 29 November.
Mereka bergerak maju dari arah utara di wilayah Idlib, di sebelah barat laut Suriah, menuju Kota Aleppo dan Hama.
BACA JUGA: Penyalahgunaan Tinggi, BPOM Usulkan Ketamin Masuk Daftar Psikotropika
Sehari kemudian, Aleppo, yang adalah kota terbesar kedua di Suriah, berada di bawah kendali penuh kelompok-kelompok militan itu untuk pertama kalinya sejak konflik mulai muncul di negara tersebut pada 2011.
Selanjutnya pada 5 Desember, Kementerian Pertahanan Suriah mengatakan bahwa angkatan bersenjata Suriah menarik diri dari Kota Hama setelah terlibat pertempuran sengit dengan kalangan militan.
Perang di Suriah dilaporkan semakin memanas, setelah ribuan anggota kelompok pemberontak berhasil menguasai sebagian besar Aleppo, kota terbesar di negara itu, pada Sabtu (2/12/2024).
Serangan mendadak yang dipimpin oleh kelompok Hayat Tahrir Al-Sham ini membuat para milisi mengambil alih Bandara Internasional Aleppo dan memperluas operasi ke wilayah Provinsi Hama.
BACA JUGA: Musim Hujan, Saatnya Perbanyak Konsumsi Vitamin dan Herbal Alami
Pergerakan kelompok pemberontak ini hampir tidak mendapat perlawanan dari pasukan pemerintah, menurut laporan aktivis dan pengamat.
Syrian Observatory for Human Rights mengonfirmasi bahwa Bandara Internasional Aleppo menjadi bandara pertama yang dikuasai oleh milisi sejak konflik dimulai. Para milisi membagikan foto yang menunjukkan keberadaan mereka di lokasi tersebut.
Serangan pemberontak kemudian diperluas ke utara Hama, dengan para milisi merebut kota-kota strategis yang sebelumnya dikuasai pemerintah sejak 2016. Mereka juga mengeklaim telah memasuki Kota Hama pada Sabtu malam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: