Akademisi Ini Menilai Penanganan Pelanggaran Pemilu di Kukar Masih Lemah

Akademisi Ini Menilai Penanganan Pelanggaran Pemilu di Kukar Masih Lemah

Jumansyah.-istimewa-

KUKAR, NOMORSATUKALTIM – Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Kukar menindak sebanyak sepuluh kasus dugaan pelanggaran pemilu. Tujuh di antaranya meupakan pelanggaran pidana yang memerlukan perhatian pihak berwenang.

Namun, Bawaslu Kukar menghadapi kendala dalam melanjutkan penyelidikan. Jumlah laporan yang diterima cukup banyak. Tetapi banyak di antaranya yang tidak dapat diproses lebih lanjut karena kurangnya bukti pendukung yang kuat.

Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul), Jumansyah, menilai ini mencerminkan kelemahan dalam sistem hukum Indonesia.

"Penegakan hukum kita masih terlalu bergantung pada sanksi yang bersifat material. Sementara itu, banyak pelanggaran yang terjadi tidak dapat dibuktikan secara empiris, terutama yang bersifat non-indrawi atau fenomenal," ucapnya, pada Rabu 30 Oktober 2024.

BACA JUGA:Masjid Al Ikhlas: Swadaya Masyakarat Bangun Tempat Ibadah Strategis

BACA JUGA:Bawaslu Kukar Temukan 10 Pelanggaran Pilkada, 7 Kasus Pidana Tak Dapat Ditindaklanjuti

Dosen Program Studi Ilmu Perintahan FISIP Unmul ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan yang lebih komprehensif dalam menangani pelanggaran pemilu, khususnya di Kukar.

Ia percaya bahwa hukum harus mampu menjangkau aspek-aspek yang lebih luas dan tidak hanya terpaku pada bukti fisik.

"Dalam konteks demokrasi, penting untuk mengembangkan sanksi yang lebih efektif, seperti sanksi sosial, yang dapat memberikan efek jera bagi para calon yang melanggar aturan," tambahnya.

BACA JUGA:Seorang Pelajar Dapati Dua Pria Nekat Curi Besi Pancang Proyek Jalan di Loa Kulu

Ia juga mengingatkan bahwa sanksi sosial, seperti tidak memilih calon yang terlibat pelanggaran, dapat memberikan dampak signifikan terhadap elektabilitas calon tersebut.

Salah satu tantangan yang dihadapi Bawaslu adalah ketika pelanggaran melibatkan individu yang tidak memenuhi syarat hukum, seperti anak-anak di bawah umur.

"Ketika uang disalurkan melalui anak-anak untuk mempengaruhi pemilih, hukum tidak bisa menjerat pelaku karena anak tersebut tidak tercakup dalam kategori hukum yang ada," jelas Jumansyah.

Jumansyah berpendapat bahwa saat ini, Bawaslu dan masyarakat harus bekerja sama untuk mengembangkan metode yang lebih baik dalam mengidentifikasi dan menangani pelanggaran pemilu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: