Dinkes Kaltim Ingin Rumah Sakit Islam Samarinda Dioperasikan Lagi

Dinkes Kaltim Ingin Rumah Sakit Islam Samarinda Dioperasikan Lagi

Kepala Dinas Kesehatan Kaltim Jaya Mualimin.-Iswanto/Disway-

SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim menginginkan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Islam Samarinda (RSI) bisa beroperasi kembali.

Kepala Dinas Kesehatan Kaltim Jaya Mualimin menyebutkan bahwa, sebetulnya izin operasional rumah sakit tersebut masih berlaku hingga tahun 2025 mendatang.

Karena itu, ia berharap agar operasional di rumah sakit tersebut bisa berjalan kembali, sehingga pelayanan pada sektor kesehatan juga bisa lebih optimal lagi.

"Rumah Sakit Islam itu sudah ada pengelolanya melalui yayasan. Kalau urusan izin operasionalnya itu masih berlaku sampai 2025. Itu masih ada (izinnya, Red.)," kata Jaya Mualimin kepada wartawan belum lama ini.

Jaya meminta pihak yayasan untuk terus berkoordinasi dengan pihak terkait. Seperti dengan PJ Gubernur, Akmal Malik dan Wali Kota Samarinda Andi Harun.

Upaya koordinasi tersebut bertujuan untuk memperlancar pelayanan kesehatan kedepannya. Serta meminta untuk menciptakan inovasi-inovasi baru  dalam pelayanan rumah sakit.

"Mereka (pihak yayasan) masih berkoordinasi dengan beberapa pihak termasuk juga dengan pimpinan (gubernur, Red.). Termasuk juga terkait, pengurusan perizinan yang dikeluarkan dari wali kota Samarinda. Itu juga sangat membantu dalam pengoperasian kembali rumah sakit ini. Tapi yang jelas masih panjang izin operasionalnya," ungkap Jaya.

Apabila rumah sakit tersebut bisa dioperasikan kembali, Dinas Kesehatan Kaltim meminta pihak yayasan untuk dapat menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sehingga dapat memudahkan pelayanan kepada pasien-pasien yang menggunakan BPJS Kesehatan.

"Sebab sekarang standarnya harus bekerjasama dengan BPJS. BPJS bisa langsung melakukan MoU seperti itu kita-kira," imbuhnya.

Terkait beberapa fasilitas yang tidak memadai di sejumlah ruangan, Jaya juga meminta pihak yayasan untuk segera memperbaiki serta mulai mengatur sistem pelayanan yang lebih modern lagi.

Jaya mengakui bahwa, dalam penataan kembali rumah sakit tersebut dipastikan membutuhkan anggaran yang besar.  Karena itu, ia menyarankan agar dalam proses penataannya perlu diprioritaskan hal-hal yang dianggap urgen.

"Memang banyak biaya yang diperlukan. Sehingga bagaimana dia mengatur itu lebih efektif dan efisien mana dulu yang diprioritaskan untuk dibuka," terangnya.

Akar masalah rumah sakit ini bermula pada 2016 lalu.  Saat itu operasional RSI ditutup karena konflik yayasan dengan Gubernur Awang Faroek Ishak. Itu bermula dari sebuah SK Gubernur Kaltim pada 25 Juli 2016 terbit. Dalam SK tersebut, RSI yang menggunakan bangunan pemprov, pengelolaannya menjadi di bawah manajemen RSUD AW Sjahranie yang berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Kaltim.

Lalu Pemprov Kaltim dan Yarsi pun melakukan Memorandum of Understanding (MoU) pada 3 Agustus 2016.  Saat itu penandatanganan dilakukan Direktur Utama RSUD Abdul Wahab Sjahranie (RSUD-AWS) Samarinda Rahim Dinata Majidi dengan Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam (Yarsi) Samarinda Ramli Yahya.

Dalam momen itu, Awang Faroek menyebutkan aset pemprov yang dipinjampakaikan kepada RSI berupa lahan seluas 18.687 meter persegi senilai Rp 103,5 miliar. Lalu, bangunan lama dengan luas tanah 4.237 meter persegi senilai Rp 4,97 miliar. Pemprov juga membantu pembangunan gedung baru yang memakan waktu delapan tahun dengan total nilai Rp 131,74 miliar.

Beberapa hari kemudian kemudian, papan nama berganti menjadi RSUD Islam Klas C AW Sjahranie. Pengurus Yarsi pun menolak. Alasannya belum ada surat perjanjian kerja bersama atau SPKB. Namun, MoU disebut sudah mencakup itu. Gejolak pun berlanjut hingga berujung tidak diperpanjangnya izin operasional rumah sakit ini. Hingga sekarang.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: