Ya Ampun, Kasus Kekerasan Seksual di Balikpapan Didominasi Pelaku di Bawah Umur
Ilustrasi kekerasan seksual.-istimewa-
BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM – Kejaksaan Negeri (Kejari) Balikpapan mencatat sebanyak 49 perkara pidana kasus dugaan kekerasan seksual masuk melalui Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) hingga Oktober 2025.
Dari jumlah tersebut, 31 perkara telah naik ke tahap penuntutan. Sementara 29 perkara telah tuntas dengan eksekusi atau vonis dari Pengadilan Negeri Balikpapan.
Mayoritas kasus tersebut melibatkan anak sebagai pelaku sekaligus korban, dengan total 17 dari 31 kasus yang sedang dalam penuntutan.
BACA JUGA:Siklon Tropis Bergeser, Balikpapan Mulai Masuki Awal Musim Hujan
Terutama dalam tindak pidana yang berkaitan dengan eksploitasi dan pelecehan seksual terhadap anak.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Balikpapan, Er Handaya Artha Wijaya, menjelaskan bahwa sebagian besar perkara yang ditangani melibatkan anak-anak dengan latar belakang sosial dan psikologis yang kompleks.
BACA JUGA:Pesan Berantai soal IGD Penuh karena Influenza A Dibantah RSUD Beriman Balikpapan
“Baik pelaku maupun korban sama-sama anak. Misalnya ada yang datang dari Bandung, tinggal sebulan di hotel, lalu bertemu. Mereka juga sama-sama anak-anak, usia 14 tahun dan 17 tahun. Dia sebagai pelaku sekaligus sebagai korban, karena menjual dirinya sendiri,” ungkapnya kepada Nomorsatukaltim, Jumat 24 Oktober 2025.
Menurut Handaya, sejumlah kasus kekerasan seksual juga terjadi antar-anak.
Sebagian di antaranya bahkan tergolong penyimpangan, seperti pelaku laki-laki terhadap korban laki-laki.
BACA JUGA:Pria di Talisayan Ditemukan Tewas Tergantung di Rumah, Polisi Masih Selidiki Penyebabnya
Ia menambahkan, ada pula pelaku yang dulunya merupakan korban, namun kini justru melakukan tindakan serupa terhadap anggota keluarga sendiri.
“Dalam kasus seperti itu, kami lebih berfokus pada penanganan melalui psikiater. Sebab kalau anak tersebut dimasukkan ke Lapas Anak, justru kejiwaannya yang terganggu. Kami berharap psikiater bisa membantu pemulihan mereka,” jelasnya.
Kasus serupa kerap disebabkan faktor lingkungan, termasuk kebiasaan menonton video porno yang mendorong perilaku menyimpang pada anak.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
