Bankaltimtara

Tawarkan Jasa Open BO Anak asal Sumedang di Balikpapan, AA Diseret ke Meja Hijau

Tawarkan Jasa Open BO Anak asal Sumedang di Balikpapan, AA Diseret ke Meja Hijau

Terdakwa dugaan kasus TPPO berinisial AA, saat menjalani persidangan di PN Balikpapan, pada Rabu (5/11/2025).-(Disway Kaltim/ Chandra) -

BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Seorang perempuan berinisial AA (20) didakwa selaku muncikari yang mempekerjakan anak-anak di bawah umur, oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Balikpapan.

AA menjajakan mereka sebagai pekerja seks komersial (PSK) di salah satu hotel yang berada di Klandasan Ulu, Balikpapan Kota.

Kasus ini disidangkan di Pengadilan Negeri Balikpapan dengan nomor perkara nomor 656/Pid.Sus/2025/Pn.Bpp, dengan dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), pada Rabu, 5 November 2025.

Dalam persidangan terdakwa AA mengaku menjajakan anak-anak di bawah umur atas permintaan para korban.

BACA JUGA: Satpol PP PPU ‘Open BO’ Via Michat, Amankan WTS Pelanggan Buruh Pekerja IKN

Terdakwa juga memberikan keterangan, bahwa anak-anak yang dijajakan berasal dari Sumedang, Jawa Barat. “Saya sendiri dari Karawang (Jawa Barat),” kata terdakwa.

Ditemui usai sidang, JPU Husni, menjelaskan dakwaannya terhadap kasus dugaan TPPO yang menjerat terdakwa AA ini. Bermula pada saat terdakwa AA alias Bom Bom merekrut beberapa perempuan untuk bekerja sebagai PSK sejak bulan November 2024.

“Termasuk di antaranya anak di bawah umur. Terdakwa menawarkan anak korban untuk kegiatan open BO,” tutur Husni kepada NOMORSATUKALTIM.

Selanjutnya terdakwa membuat akun di aplikasi MiChat untuk menjajakan para korban. Adapun tarif jasa open BO tersebut berkisar antara Rp300 ribu hingga Rp1 juta per transaksi.

BACA JUGA: Ya Ampun, Kasus Kekerasan Seksual di Balikpapan Didominasi Pelaku di Bawah Umur

Dari setiap transaksi tersebut, kata Husni, terdakwa memperoleh keuntungan sebesar Rp50-100 ribu, tergantung pada besaran tarif yang disepakati dengan pelanggan.

“Untuk penghasilan yang diperoleh Terdakwa dari praktik open BO, dengan memperkerjakan anak dibawah umur ini berkisar antara Rp10-15 juta setiap bulannya,” tambahnya.

Hal tersebut lah yang menjadi dasar dakwaan JPU. Terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 21 tahun 2007, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP, dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun.

Adapun beberapa barang bukti yang diamankan yakni, uang sebanyak Rp600 ribu, satu unit handphone merek Vivo Y15s berwarna biru tua, satu unit handphone merek Iphone 11 Warna Hitam, satu Kartu Identitas Penduduk, 1 koper merek Polo Dream berwarna silver; dan satu koper kecil berwarna merah muda.

BACA JUGA: Perempuan dan Anak Mayoritas Korban TPPO, DKP3A Kaltim Bentuk Tim

Sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Balikpapan mencatat sebanyak 49 perkara pidana kasus dugaan kekerasan seksual telah masuk melalui Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) hingga Oktober 2025.

Dari jumlah tersebut, 31 perkara telah naik ke tahap penuntutan, sementara 29 perkara telah tuntas dengan eksekusi atau vonis dari Pengadilan Negeri Balikpapan.

Mayoritas kasus tersebut melibatkan anak di bawah umur, dengan total 17 dari 31 kasus yang sedang dalam penuntutan. Terutama dalam tindak pidana yang berkaitan dengan eksploitasi dan pelecehan seksual terhadap anak.

Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Balikpapan, Er Handaya Artha Wijaya, menjelaskan bahwa sebagian besar perkara yang ditangani melibatkan anak-anak dengan latar belakang sosial dan psikologis yang kompleks. 

BACA JUGA: Gaya Hidup dan Ekonomi Jadi Faktor Banyaknya Perempuan Korban TPPO

“Baik pelaku maupun korban sama-sama anak. Misalnya ada yang datang dari Bandung, tinggal sebulan di hotel, lalu bertemu. Mereka juga sama-sama anak-anak, usia 14 tahun dan 17 tahun. Dia sebagai pelaku sekaligus sebagai korban, karena menjual dirinya sendiri,” ungkapnya kepada NOMORSATUKALTIM, Jumat 24 Oktober 2025.

Menurut Handaya, sejumlah kasus kekerasan seksual juga terjadi antar-anak. Sebagian di antaranya bahkan tergolong penyimpangan, seperti pelaku laki-laki terhadap korban laki-laki.

Ia menambahkan, ada pula pelaku yang dulunya merupakan korban, namun kini justru melakukan tindakan serupa terhadap anggota keluarga sendiri.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: