Bankaltimtara

Mini Ensiklopedia Masyarakat Adat Balik: Merawat Ingatan yang Akan Musnah

Mini Ensiklopedia Masyarakat Adat Balik: Merawat Ingatan yang Akan Musnah

Andreas Hului--

Buku setebal 206 halaman ini berupaya untuk menyoroti sejarah panjang dan keberadaan masyarakat adat Balik di kawasan yang kini menjadi bagian pembangunan IKN. Narasi yang dibangun oleh penguasa menganggap bahwa kawasan pembangunan IKN dinyatakan tidak terdapat masyarakat adat, ditentang lewat berbagai dokumentasi dan cerita yang telah hidup secara turun-temurun dikalangan masyarakat adat balik. Selain itu, bukti keterikatan mereka terhadap wilayah adatnya dibuktikan dengan berbagai situs sejarah dan makam leluhur yang masih bertahan dan telah tergusur oleh pembangunan IKN.

Dengan buku ini pula, masyarakat adat Balik mencoba bicara kepada dunia luar serta pihak yang ingin mengganggu kedaulatan mereka, bahwa mereka masih ada dan setia untuk menjaga wilayah adatnya. Kehadiran buku ini juga bukan semata-mata hanya untuk dokumentasi sejarah, tetapi menjadi suplemen dan bahan pembelajaran bagi generasi muda masyarakat adat Balik untuk kembali mempelajari bahasa ibunya. Bahwa para leluhurnya terdahulu memiliki pelbagai pengetahuan yang arif dan bijaksana.

Dalam proses penyusunan buku ini juga ada berbagai cerita menarik yang tersimpan, tak kala para pemuda masyarakat adat Balik yang telah sadar akan kepunahan yang mereka alami. Mulai bergerak dan mencoba kembali terhubung dengan para tetua adatnya, mereka kembali mengunjungi situs sejarah kemudian mendokumentasikannya, dan melakukan wawancara kepada para tetua yang sebelumnya jarang atau bahkan tidak pernah dilakukan. Mereka menggali pelbagai pengetahuan mengenai sejarah perjalanan leluhurnya, ritual dan tahapan dalam perladangan, tumbuhan obat-obatan, perangkat dalam ritual pengobatan, dsb.

Para pemuda adat juga mencoba menunjukkan eksistensi keberadaan sukunya berbekal gawai yang mereka genggam.  Di tengah hiruk pikuk pembangunan IKN, para pemuda merekam aktivitas mereka saat berada di dalam alam, rumah mereka yang kini terancam oleh pembangunan IKN. Mereka kemudian memposting kegiatan mereka saat di alam ke kanal Instagram, menunjukkan bahwa mereka masih teguh dan setia untuk mempertahankan ruang hidupnya.

Pendokumentasian berbagai pengetahuan yang dilakukan oleh para pemuda adat ini ke dalam buku juga sejalan dengan perkembangan ditingkat dunia. Masyarakat adat ditingkat dunia saat ini telah secara aktif mendokumentasikan berbagai pengetahuan yang mereka miliki. Pengetahuan itu meliputi sejarah, kewilayahan, kelembagaan adat, adat istiadat, bahasa, teknologi, sistem religi, dan situs-situs berharga yang dimiliki oleh komunitas masyarakat adat. Langkah kecil yang dilakukan oleh para pemuda masyarakat adat Balik ini, akan membawa dampak besar bagi masa depan komunitas mereka.

Buku ini tidak berupaya mencakup seluruh pengetahuan masyarakat adat Balik, karena masih terlalu banyak pengetahuan kolektif yang masih tersimpan. Namun, pembaca akan dibawa ke berbagai peristiwa yang dialami oleh masyarakat adat Balik, yang membentuk mereka sekarang. Berbagai peristiwa itu membekas hingga sekarang, dan acap kali menjadi suatu pengingat bahwa ternyata mereka bisa melewati berbagai peristiwa yang mengancam eksistensi mereka.

Fase yang secara historis membawa ancaman terhadap mereka, membentuk berbagai pilar pertahanan eksistensi di tengah ancaman pembangunan IKN, mereka ingin menyatakan lewat buku ini bahwa sebagai masyarakat adat mereka memiliki hak-hak yang tidak boleh dilanggar oleh pihak manapun.

Ini selaras dengan salah satu etika ditingkat internasional yakni  Free and Prior Informed Consent (FPIC) atau Padiatapa (Persetujuan Berdasarkan Informasi di Awal Tanpa Paksaan) bahwa masyarakat adat memiliki hak menerima atau menolak setiap proyek pembangunan yang berada di wilayah adat mereka. Prinsip ini penting untuk disokong dan dilaksanakan agar menjamin harkat dan martabat kemanusiaan.

Pada realitasnya pembangunan IKN sama sekali tidak mengamalkan atau melaksanakan etika internasional tersebut. Pembangunan yang masih melakukan Akumulasi Perampasan mengingatkan kita pada cara-cara kolonial dulu dalam menguasai lahan milik masyarakat adat dengan undang-undang agrarianya yang di dalamnya memiliki konsep dengan nama “domein verklaring” yang berbunyi “apabila masyarakat tidak bisa membuktikan hak eigendom (hak milik) atas tanah maka negara boleh mengambil tanah tersebut”.

Ini ciri khas cara pandang kolonial terdahulu, meminjam pandangan dari Naomi Klein bahwa Kolonialisme selalu memandang suatu wilayah itu sebagai ruang kosong tanpa tuan (Terra Nullius), maka dari itu wilayah tersebut dapat dieksploitasi sedemikian rupa.

Ini dibuktikkan dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2024 Tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Presiden mengobral Hak Guna Usaha (HGU) selama 190 Tahun dan Hak Guna Bangunan (HGB) selama 160 Tahun pada para investor untuk menarik minat mereka membangun IKN. Kemudian, privatisasi terhadap Sumber Daya Alam, Sungai Sepaku yang dimanfaatkan sejak dahulu oleh masyarakat adat Balik sebagai sarana membangun kehidupan dan sarana mereka membangun peradabannya, kini tidak dapat lagi digunakan oleh masyarakat adat Balik.

Mengutip perkataan mendiang Romo Yusuf Bilyarta Mangunwijaya yakni “yang selalu menjadi korban oleh pihak yang lebih kuat dalam masa kemerdekaan maupun pembangunan adalah rakyat kecil, khususnya yang miskin, terlebih perempuan dan anak-anak”.

*Penulis adalah Peneliti Aliansi Masyarakat Adat Nusantara


Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait