Bankaltimtara

Mini Ensiklopedia Masyarakat Adat Balik: Merawat Ingatan yang Akan Musnah

Mini Ensiklopedia Masyarakat Adat Balik: Merawat Ingatan yang Akan Musnah

Andreas Hului--

Oleh: Andreas Hului*

MASYARAKAT adat Balik merupakan salah satu komunitas masyarakat adat yang telah sejak turun-temurun tinggal di kawasan yang kini menjadi kawasan ring 1 pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Jumlah mereka kurang lebih 100-150 jiwa. Suku Balik menempati Kampung Sepaku Lama, Kampung Bumi Harapan, dan Pemaluan.

Sebelum pemindahan IKN, tidak banyak yang mengenal tentang komunitas masyarakat adat Balik, mereka lebih dikenal sebagai Suku Paser, padahal keduanya secara linguistik berbeda, Suku Balik bisa berbahasa Paser tetapi Suku Paser belum tentu bisa berbahasa Balik. 

Kemunculan Suku Balik ini berawal ketika mereka menentang salah satu proyek sumber daya air kolosal IKN, yakni Pembangunan Intake Sungai Sepaku yang ingin menggusur 35 makam leluhur mereka dan situs sejarah yang memiliki makna simbolik bagi kehidupan masyarakat adat Balik yaitu Batu Badok, Batu Sekiur, dan Batu Tukar Tondoi.

Selain itu, proyek yang digadang-gadang oleh IKN akan menanggulangi banjir yang terjadi di Kampung Sepaku Lama, nyatanya malah membawa derita bagi masyarakat adat Balik. Kini mereka merasakan krisis air akibat proyek tersebut, kemudian berbagai ritus adat yang berkaitan dengan sungai tidak bisa dijalankan karena Sungai Sepaku yang telah dibendung sepenuhnya oleh IKN. Derita itu juga dialami oleh para perempuan Suku Balik yang harus kehilangan mata pencariannya.

Dahulu sebelum Sungai Sepaku dibendung bagi proyek Intake, Sungai merupakan sarana bagi perempuan Suku Balik mencari daun nipah  yang dianyam menjadi berbagai produk olahan seperti atap dan dinding. Kini mereka mengalami pemiskinan yang struktural, pendapatan hilang lalu pengetahuan pun lenyap seiring dengan paku beton yang menempel di kiri dan kanan bantaran Sungai Sepaku.

Proses pembangunan IKN yang selalu mengorbankan masyarakat adat Balik ini lah, yang menyebabkan timbul rasa takut dan cemas dikalangan tetua adat masyarakat adat Balik. Mereka menilai bahwa pembangunan IKN yang dijanjikan oleh pejabat pemerintah diawal pemindahannya akan mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan, nyatanya malah membuat mereka semakin terpinggirkan.

Belum lagi ancaman kepunahan terhadap masyarakat adat Balik kian membuat nafas para tetua adat tersengal-sengal. Menurut identifikasi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Timur, jumlah penutur bahasa Balik, kini hanya berjumlah 10 orang. Jumlah persebarannya meliputi Kampung Sepaku Lama dan Pemaluan, usia para penutur rata-rata 50-60 tahun, sementara untuk usia di bawah itu tidak bisa lagi menuturkan bahasa Balik.

Kepunahan bahasa yang dialami oleh masyarakat adat Balik ini ditengarai oleh terputusnya ikatan mereka terhadap hutan, tanah, dan sungai yang telah dihilangkan oleh berbagai industri ekstraktif dan pembangunan.  Hubungan masyarakat adat Balik dan lingkungannya bukanlah sekedar hubungan antara subjek dan objek semata. Tetapi hubungan yang sangat personal sekali.

Ini terlihat pada cara pandang  masyarakat adat Balik terhadap lingkungannya, yakni Danum, Tanaq dan lawang (Air, tanah dan Hutan) seperti ibu yang menyusui anaknya (maknanya adalah air, tanah dan hutan memberikan segala sumber pengetahuan dan penghidupan).

Sederhananya, interaksi Masyarakat Adat Balik dengan sungai, hutan, dan tanahnya melahirkan berbagai pengetahuan kepada mereka. Seperti kosa-kata nama tumbuhan dan hewan. Berbagai pengetahuan yang berkaitan dengan cara berburu, berladang, meramu tanaman untuk dijadikan obat, serta bahan yang digunakan untuk perangkat ritual Masyarakat Adat Balik.

Ketika hutan dibabat oleh Korporasi dan dikorbankan bagi kepentingan pembangunan, tentu saja berbagai jenis keanekaragaman hayati akan musnah dan tak tersisa untuk dilihat kembali. Sehingga Masyarakat Adat pun akan mengalami suatu peristiwa kehilangan berbagai sumber pengetahuannya termasuk kosa-kata untuk menyebut nama hewan, tumbuhan dan berbagai unsur yang hidup di sekitar lingkungan yang mereka tempati.

Mengutip dari data Forest Watch Indonesia (FWI) dalam kurun waktu 3 tahun saja (2018-2021) di wilayah IKN terjadi deforestasi seluas 18.000 hektare. Sedangkan sepanjang periode tahun 2022 hingga Juni 2023 luas wilayah yang mengalami deforestasi seluas 1.663 hektare. Artinya kehilangan hampir 20.000 hektare hutan, masyarakat adat Balik kehilangan pula ratusan bahkan jutaan sumber pengetahuan yang mereka miliki.

Keterancaman terhadap hilangnya berbagai sumber pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat adat Balik ini lah, maka Buku Mini Ensiklopedia Masyarakat Adat Suku Balik ini disusun sebagai bentuk perlawanan masyarakat adat Balik terhadap ancaman kepunahan yang mereka alami.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait