Perkembangan Film Kalimantan Menguat di BFF 2025: ISBI Soroti Lokalitas, Konsistensi dan Ruang Produksi
Ahmad Junaidi, perwakilan Institut Seni Budaya Indonesia Kalimantan Timur (ISBI Kaltim) saat foto bersama filmmaker dari perwakilan SMA 10 Samarinda di Balikpapan Festival Film 2025.-Salsabila/Disway Kaltim-
BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Balikpapan Film Festival (BFF) 2025 bukan hanya menampilkan ratusan karya. Namun juga membuka gambaran tentang arah baru perfilman Kalimantan.
Perubahan itu terbaca dari pengamatan Ahmad Junaidi, perwakilan Institut Seni Budaya Indonesia Kalimantan Timur (ISBI Kaltim), Program Studi Film dan Televisi, yang terlibat melalui jejaring komunitas dan pendampingan peserta.
Junaidi mengungkapkan bahwa ISBI Kaltim berperan memastikan koneksi antarkomunitas tetap hidup di momen-momen penting seperti BFF.
"Peran kami lebih pada partisipasi dan koneksi antar komunitas. ISBI ingin tetap terlibat dalam kerja-kerja komunitas film Kalimantan," katanya saat diwawancara langsung, pada Sabtu (22/11/2025) malam.
Dalam beberapa tahun terakhir, Junaidi melihat pertumbuhan talenta film di Kalimantan meningkat signifikan. Dari sekitar 80 film pada penyelenggaraan sebelumnya, kini lebih dari 250 karya masuk BFF 2025.
"Perkembangannya luar biasa. Produktivitas naik, komunitas berkembang, dan banyak sineas baru muncul," ucap Junaidi.
Peningkatan itu bukan sekadar angka, tetapi menunjukkan komunitas film daerah semakin aktif, saling terhubung, dan memiliki ruang produksi yang lebih konsisten.
Kurator festival mencatat, banyak film tahun ini, termasuk dari Kalimantan, hadir dengan pendekatan personal dan reflektif.
Dalam dokumen kuratorial, tertulis bahwa film-film tersebut dipilih untuk menghadirkan ingatan dan ruang refleksi, sekaligus mengajak bahkan memberi tempat bagi suara-suara kecil yang kerap luput dari riuh persoalan politik maupun percepatan pembangunan.
Kemudian, film bagi para kurator tidak hanya menarasikan peristiwa besar melainkan juga memberi ruang bagi jeda, pengamatan detail, dan kedekatan manusia.
Kurator juga menyebut kecenderungan visual yang minimalis, ruang-ruang sempit, dan dialog terbatas seperti ciri gaya yang banyak muncul dari sineas daerah.
Justru dalam kesederhanaan itu, muncul kesadaran akan impresi dari kedekatan, ritme, dan keseharian.
Pendekatan tersebut sejalan dengan pengamatan Junaidi mengenai kekuatan utama film-film Kalimantan. Menurutnya, skill utama yang harus terus diperkuat sineas daerah adalah kepekaan menggali cerita lokal.
"Kepekaan mencari ide dengan nilai lokalitas itu penting. Ciri khas itu yang membuat kita berbeda," jelasnya kepada Nomorsatukaltim.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
