Perkembangan Film Kalimantan Menguat di BFF 2025: ISBI Soroti Lokalitas, Konsistensi dan Ruang Produksi
Ahmad Junaidi, perwakilan Institut Seni Budaya Indonesia Kalimantan Timur (ISBI Kaltim) saat foto bersama filmmaker dari perwakilan SMA 10 Samarinda di Balikpapan Festival Film 2025.-Salsabila/Disway Kaltim-
Hal itu terlihat dari karya yang banyak mengangkat kisah kehidupan kampung pesisir, relasi keluarga, dinamika sosial perkotaan, perubahan lingkungan, hingga pengalaman manusia yang sederhana tetapi memiliki kedalaman.
Baginya, karakter ini menjadi modal utama Kalimantan di kancah nasional. Terkait pendidikan film, Junaidi menilai bahwa pusat pembelajaran tetap berada di Pulau Jawa.
Meski demikian, ia melihat bahwa ruang-ruang festival, komunitas, dan diskusi mampu mengimbangi keterbatasan itu.
"Sentral industrinya masih di Jakarta dan Tanah Jawa. Tapi ruang festival tetap jadi jalur penting bagi sineas daerah," tutur Junaidi.
ISBI Kaltim kini memperluas pendampingan melalui workshop penulisan cerita, pengembangan produksi, pertemuan lintas-komunitas, kolaborasi antarsineas daerah, serta keterlibatan mahasiswa dalam event film.
Program-program tersebut diharapkannya mampu membuka ruang pembelajaran yang lebih merata. Junaidi pun mengungkapkan tantangan terbesar sineas Kalimantan saat ini. Di antaranya, konsistensi produksi.
"Banyak karya bagus, tapi setelah itu tidak ada produksi lanjutan. Konsistensinya yang sering hilang," ungkapnya.
Sineas daerah kerap muncul satu kali dengan film yang kuat, tetapi tidak melanjutkan karya berikutnya karena kurangnya ruang pendampingan jangka panjang.
Disebutkannya bahwa distribusi film masih terbatas. Hingga kini, distribusi film sering berhenti di festival.
Setelah itu, karya sulit menjangkau penonton yang lebih luas karena kurangnya jejaring distribusi alternatif.
Catatan kuratorial juga menyinggung pentingnya kepekaan dan kesediaan membaca ulang keseharian atau hal yang kuat dalam karya Kalimantan, namun belum memiliki jalur penayangan yang konsisten.
ISBI Kaltim ingin membangun hubungan yang lebih erat dengan komunitas film Balikpapan, Samarinda, dan kota lain di Kalimantan Timur.
"Kami ingin tetap mendukung kegiatan komunitas agar ekosistemnya semakin kuat," imbuh Junaidi.
Pendekatan kolaboratif dianggap sebagai jalan yang paling memungkinkan untuk menjaga keberlanjutan produksi dan memperkuat posisi film Kalimantan.
Menutup wawancara, Junaidi berharap festival ini terus berlangsung secara konsisten sebagai ruang bertemunya sineas muda.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
