Belum Ada SPPG Kantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi di Balikpapan
Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan, Alwiati, saat diwawancarai mengenai pegawasan MBG.-(Disway Kaltim/ Salsa)-
BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Balikpapan, Alwiati, mengungkapkan pengawasan terhadap Sarana Penyedia Pangan Siap Gizi (SPPG) di kota ini masih menghadapi kendala serius, terutama keterbatasan tenaga dan teknis pemeriksaan laboratorium.
Dari 10 SPPG yang tercatat, 8 di antaranya telah beroperasi. Namun hingga kini belum ada satupun yang mengantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Sertifikasi tersebut, kata Alwiati, dikeluarkan melalui mekanisme Online Single Submission (OSS) oleh Dinas Penanaman Modal dan PTSP, sementara Dinkes hanya melakukan verifikasi teknis.
"Pelaku usaha harus proaktif mengajukan permohonan. Kami hanya mendampingi dalam pemenuhan syarat, mulai dari sarana prasarana, kualitas air, hingga tenaga pengolah pangan," jelasnya.
BACA JUGA: Balikpapan Selatan Miliki SPPG Terbanyak Distribusikan MBG, Dua Wilayah Baru Segera Menyusul
BACA JUGA: Semua Dapur MBG Kini Wajib Kantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi
Menanggapi dugaan kasus keracunan makan bergizi gratis (MBG) yang mencuat belakangan ini, Alwiati menyebut uji mikrobiologi masih berlangsung.
Adapun proses tersebut membutuhkan waktu hingga tiga hari, dengan catatan sampel memenuhi standar pengujian.
"Sampel diambil langsung oleh petugas Dinkes bersama puskesmas dari sekolah dan SPPG. Hasil baru dapat dipastikan setelah pengujian selesai, sehingga kami tidak bisa menyimpulkan sebelum ada data laboratorium resmi," tegasnya.
Ia juga menyampaikan, terkait adanya instruksi dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan agar dilakukan pengawasan rutin terhadap penyedia pangan.
BACA JUGA: AJI Kecam Istana Cabut Kartu Jurnalis CNN yang Tanya Prabowo soal Keracunan MBG
BACA JUGA: Prabowo Tanggapi Keracunan MBG: Jangan Dipolitisasi, Fokus Anak-anak Sulit Makan
Namun, ujarnya, dalam penerapan di lapangan dinilai berat karena produksi dilakukan dini hari, sementara tenaga puskesmas terbatas.
"Produksi berlangsung antara pukul 01.00 hingga 04.00. Bila pengawasan harus dilakukan setiap hari di jam itu, tentu memberatkan petugas yang memiliki banyak program lain," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
