Wacana Pemekaran Daerah di Kaltim, Pengamat Ingatkan Risiko tanpa Kajian Serius
Pengamat kebijakan publik Universitas Mulawarman, Saiful Bachtiar-Mayang Sari/ Nomorsatukaltim-
SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Dorongan pemekaran wilayah di Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN) dinilai tidak bisa dijalankan secara tergesa-gesa.
Menurut Saiful Bachtiar, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Mulawarman menegaskan, bahwa kajian mendalam dan data terkini, diperlukan untuk pemekaran daerah otonomi baru (DOB) yang memiliki potensi strategis. Di mana setiap langkah harus berbasis data terkini, kapasitas keuangan, dan kesiapan administratif yang matang.
"Pemekaran untuk penyangga IKN memang relevan secara konsep. Namun, yang sering terlewat adalah realitas sosial-ekonomi dan demografi yang berubah cepat. Jika dokumen lama dijadikan acuan, risiko kesenjangan antara perencanaan dan kondisi lapangan menjadi sangat besar," ujar Saiful, Senin 25 Agustus 2025.
Saiful menekankan, kemandirian finansial merupakan syarat mutlak bagi DOB. Daerah baru harus mampu membiayai pemerintahan dan layanan publik sendiri.
BACA JUGA: DPRD Kaltim Dukung Pemekaran Kabupaten Sangkulirang, Dorong Pemerintah Pusat Cabut Moratorium DOB
"Subsidi dari daerah induk boleh ada, tapi sifatnya sementara. Tanpa kemandirian finansial, DOB justru menjadi beban, bukan solusi," kata dia.
Ia menambahkan, evaluasi sumber pendapatan daerah baru harus meliputi potensi ekonomi lokal, pajak daerah, serta pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
"Kalau daerah tidak mampu mengelola potensi SDA dengan baik, pemekaran hanya akan menimbulkan masalah baru, bukan memperkuat penyangga IKN," ujarnya.
Selain aspek teknis, Saiful menekankan dimensi sosial dan politik. Pemekaran wilayah menciptakan dinamika baru, termasuk hubungan antara kabupaten baru dengan daerah induk.
BACA JUGA: Proses Pembentukan DOB Sangkulirang Terkendala, Pemkab Kutim Beberkan Alasannya
"Harus ada mekanisme koordinasi yang jelas agar tidak muncul konflik administratif atau ketimpangan pembangunan," kata Saiful.
Ia juga menyoroti pentingnya political will dari pemerintah pusat, agar DOB dapat berfungsi efektif. "Bisa saja persyaratan teknis terpenuhi, tetapi tanpa dukungan politik, pemekaran tidak akan terealisasi. Strategi harus selaras antara aspek politik, hukum, dan teknis agar DOB dapat berfungsi efektif." terangnya.
Saiful juga menekankan masalah sentralisasi pengelolaan sumber daya alam. Dia mencontohkan, jika izin usaha diambil alih pusat, tetapi tanggung jawab sosial dan lingkungan tetap di daerah, maka hal ini menciptakan ketimpangan. "Dampak kerusakan langsung dirasakan masyarakat lokal, bukan Jakarta," jelasnya.
Menurutnya, Kaltim sebagai provinsi penghasil SDA strategis batu bara, migas, dan kelapa sawit, perlu porsi kewenangan lebih proporsional.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
