Jatam Kaltim Kecam Perilaku Kekerasan Terhadap Nyawa Warga Adat Paser yang Melayang

Jatam Kaltim Kecam Perilaku Kekerasan Terhadap Nyawa Warga Adat Paser yang Melayang

Jatam Kaltim yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil melakukan aksi di depan Kantor Gubernur Kaltim-Disway/Salsa-

SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur (Jatam Kaltim) mengecam keras perilaku kekerasan yang terjadi di Dusun Muara Kate, Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser, pada Jumat (15/11/2024) kemarin.

Dinamisator Jatam Kaltim, Mareta Sari menyampaikan, perilaku tersebut merupakan puncak dari pembiaran pemerintah terhadap konflik yang terus terjadi akibat aktivitas tambang ilegal di Kabupaten Paser.

“Kekerasan ini menunjukkan lemahnya perlindungan negara terhadap rakyatnya,"  tegas Perempuan yang akrab disapa Eta itu.

BACA JUGA : DPRD Kaltim Desak Perusahaan Tambang Laksanakan Reklamasi

Warga yang memperjuangkan ruang hidup dan lingkungan justru menjadi korban kekerasan yang dibiarkan terjadi tanpa tindakan tegas dari pemerintah maupun aparat penegak hukum.

Diketahui, konflik tersebut dipicu oleh penolakan masyarakat terhadap penggunaan jalan umum untuk pengangkutan batubara oleh PT MCM.

Ketegangan meningkat setelah kecelakaan pada 26 Oktober 2024, yang menewaskan Pendeta Veronika Fitriani akibat dilindas truk pengangkut batubara perusahaan tersebut.

Sebelumnya, warga Desa Batu Kajang juga melakukan blokade pada Desember 2023, menuntut penghentian aktivitas hauling di jalan desa mereka.

BACA JUGA : Debat Pilkada Mahulu 2024: Mayang-Stanis Khawatir Gagasan Paslon 02 Ganggu Kelestarian Adat

Namun aksi warga pun diabaikan oleh PT Mantimin Coal Mining (MCM) yang tetap melanjutkan operasional.

Eta mengakui, adanya kelalaian pemerintah dalam menangani kasus tersebut.

"Janji pemerintah daerah untuk menghentikan sementara aktivitas hauling pada pertemuan 28 Oktober 2024 tidak ditegakkan dengan baik," ujarnya saat diwawancarai langsung.

Baginya, ketidakseriusan pemerintah dalam menjalankan kesepakatan dengan masyarakat merupakan akar masalahnya.

"Pembiaran ini memberikan ruang bagi perusahaan tambang untuk terus melakukan pelanggaran hukum dan menciptakan konflik sosial,” imbuh Eta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: