55 Persen Perempuan Indonesia Masih Sunat, Pelanggaran HAM Jadi Sorotan

55 Persen Perempuan Indonesia Masih Sunat, Pelanggaran HAM Jadi Sorotan

Plt Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Titi Eko Rahayu. -(ANTARA/HO-KemenPPPA)-

JAKARTA, NOMORSATUKALTIM - Sebanyak 55 persen anak perempuan usia 15-49 tahun di Indonesia masih menjalani sunat perempuan atau P2GP (Pemotongan dan Pelukaan Genetalia Perempuan). Hal ini berdasar Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) yang dilaksanakan tahun 2021.

Sementara, data UNICEF tahun 2015 menyebut, Indonesia masuk dalam tiga besar negara yang penduduknya masih menjalani praktek sunat perempuan. Terdapat 200 juta anak perempuan di 30 negara melakukan P2GP atau sunat perempuan.

Menyoroti hal ini, Plt. Sekretaris Kementerian PPPA Titi Eko Rahayu menegaskan bahwa sunat perempuan secara internasional telah dinyatakan sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

"Sunat perempuan secara internasional telah dinyatakan sebagai pelanggaran hak asasi manusia atas kesehatan dan integritas perempuan. Sunat perempuan termasuk tindak kekerasan karena berdampak negatif pada kesehatan perempuan dan dapat mengakibatkan korban meninggal dunia,” ungkap Titi dikutip DISWAY.ID, Jumat 27 September 2024.

BACA JUGA: Akhirnya KPK Tetapkan 3 Tersangka, Kasus Dugaan Suap Izin Tambang di Kaltim

BACA JUGA: Harga Emas Batangan Antam Hari Ini Rp1,461 Juta per Gram

Dia mengungkapkan, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan maraknya praktik ini, salah satunya pemahaman atau tafsir agama dan budaya.

Menurut data SPHPN 2021, tiga alasan terbanyak yang ditemukan mulai dari mengikuti perintah agama (68,1 persen); karena mengikuti lingkungan di sekitarnya yang melakukan (40,3 persen); alasan kesehatan (40,3 persen).

Titi mengatakan, bahwa pemotongan dan pelukaan yang membahayakan genital perempuan ini umumnya dilakukan sejak kecil.

BACA JUGA: 6 Langkah Lindungi Anak dari Bullying

BACA JUGA: Studi: Memberikan HP ke Anak Tantrum, Memperlemah Kemampuan Mereka Mengontrol Emosi

Perempuan, katanya, tidak menyadari dampaknya hingga saat mereka tumbuh dewasa. 

"Berbeda dengan khitan laki-laki yang memiliki standar prosedur khitan, praktik sunat perempuan sama sekali tidak memiliki standar prosedur pelaksanaan,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: