Ribuan Mahasiswa Jadi Korban Magang Palsu ke Jerman, Polri Sebut Sudah Dipulangkan
Ribuan mahasiswa Indonesia menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus magang ke Jerman.-(Disway/ Istimewa)-
Para mahasiswa itu bergabung dengan program Ferienjob usai mendapatkan sosialisasi dari PT Cvgen dan PT SHB. Mereka mematok biaya pendaftaran sebesar Rp150 ribu dan biaya pembuatan Letter of Acceptance (LOA) sebesar 200 Euro.
"Setelah LOA (letter of acceptance) tersebut terbit kemudian korban harus membayar sebesar 200 Euro kepada PT. SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman (working permit) dan penerbitan surat tersebut selama 1-2 bulan," terang Brigjen Djuhandhani.
"Hal ini nantinya menjadi persyaratan dalam pembuatan visa. selain itu, para mahasiswa dibebankan menggunakan dana talangan sebesar Rp30-50 juta yang nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya," paparnya.
BACA JUGA: 77 Tahun Dikuasai Singapura, Ruang Udara Natuna Akhirnya Kembali ke Indonesia
Brigjen Djuhandhani menuturkan kontrak kerja dibuat dalam Bahasa Jerman, sehingga mahasiswa sulit memahami kalimat yang tertuang dalam kontrak kerja itu.
"Mengingat mahasiswa sudah berada di Jerman, sehingga mau tak mau menandatangani surat kontrak kerja dan working permit tersebut," ujar Brigjen Djuhandhani.
Padahal bunyi kontrak kerja adalah berisi biaya penginapan, transportasi selama di Jerman yang dibebankan pada mahasiswa. Pelaku juga mengiming-imingi program Ferienjob dapat dikonversikan ke SKS.
PT SHB juga mengeklaim program mereka merupakan bagian dari program MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) dari Kemendikbudristek.
BACA JUGA: Vinales Juara Sprint Race MotoGP Portimao 2024, Marquez Podium Dua
Namun, Kemendikbudristek membantah kegiatan tersebut adalah Program MKBM. Kemenaker juga mengatakan, kegiatan itu pun tak dapat dikategorikan sebagai kegiatan magang.
"Program tersebut pernah diajukan ke kementerian namun ditolak mengingat kalender akademik yang ada di Indonesia tidak sama dengan kalender akademik yang ada di Jerman," kata Djuhandhani.
Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.
Lalu Pasal 81 UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 15 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: disway.id