Tren Pernikahan di Indonesia Turun, Psikolog UI Sebut karena Marak Ikrar 'Child Free'

Tren Pernikahan di Indonesia Turun, Psikolog UI Sebut karena Marak Ikrar 'Child Free'

Tren pernikahan di Indonesia mengalami penurunan sejak tahun 2019.-(Foto/ Freepik)-

"Sementara, di akhir-akhir ini kehidupan perekonomian masih susah ya, sehingga mereka kalo bekerja pun belum tentu bisa menghidupi dirinya sendiri, apalagi bertanggung jawab menghidupi istri dan anak, maka akhirnya mereka menunda agar keadaan bisa menjadi lebih baik," pungkasnya.

Sebagai informasi, menurut laporan Statistik Indonesia, terdapat 1,58 juta pernikahan di dalam negeri pada 2023, turun 7,51 persen dibanding 2022. Angka pernikahan ini juga menjadi rekor terendah selama satu dekade terakhir. 

Dalam 10 tahun belakangan, angka pernikahan nasional sempat mencapai rekor tertinggi pada 2013, yakni 2,21 juta pernikahan.

Setelah itu angkanya bergerak fluktuatif, lantas konsisten turun lima tahun berturut-turut sejak 2019.

BACA JUGA: Targetkan Peningkatan PAD, Dishub Balikpapan Ambil Alih Pengelolaan Parkir Pasar

 

Tren Child Free

Child free adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan seseorang yang memilih untuk tidak memiliki anak secara sengaja. Ini bisa menjadi keputusan yang didasarkan pada berbagai alasan, termasuk preferensi pribadi, pertimbangan ekonomi, kekhawatiran akan lingkungan, atau pertimbangan kesehatan. 

Orang-orang yang memilih gaya hidup child free seringkali menekankan kebebasan pribadi, fleksibilitas, dan kesempatan untuk mengejar minat dan tujuan hidup mereka tanpa tanggung jawab sebagai orang tua. 

Penting untuk membedakan antara "child free" dan "childless". Child free adalah pilihan sengaja, sedangkan childless merujuk pada mereka yang ingin memiliki anak tetapi belum dapat melakukannya karena alasan tertentu.

Fenomena child free atau orang yang memilih untuk tidak memiliki anak secara sengaja telah ada sepanjang sejarah manusia. Namun, kesadaran dan penerimaan luas terhadap gaya hidup ini sebagai pilihan yang sah dan valid mungkin telah meningkat pada beberapa dekade terakhir.

BACA JUGA: Jajakan Foto Vulgar di Sosial Media, Wanita Muda di Balikpapan Diciduk Polda Kaltim

Perubahan sosial, ekonomi, dan budaya sejak pertengahan abad ke-20 telah mempengaruhi pandangan terhadap pernikahan, keluarga, dan keputusan reproduksi. Perubahan ini termasuk peningkatan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja, peningkatan urbanisasi, perubahan norma budaya seputar keluarga, serta kemajuan teknologi kontrasepsi.

Pada tahun-tahun terkini, internet dan media sosial juga telah memberikan platform bagi komunitas "child  free" untuk berbagi pengalaman, mendukung satu sama lain, dan membahas isu-isu terkait dengan pilihan mereka. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: disway.id