Muhammadiyah Angkat Suara, Desak Jokowi Cabut Pernyataan Presiden Boleh Kampanye dan Memihak

Muhammadiyah Angkat Suara, Desak Jokowi Cabut Pernyataan Presiden Boleh Kampanye dan Memihak

Muhammadiyah Angkat Suara, Desak Jokowi Cabut Pernyataan Presiden Boleh Kampanye dan Memihak-istimewa-

• Ketiga, dari sudut pandang etis (dan teknis).

Sumpah jabatan penyelenggara negara, termasuk presiden, adalah setia pada Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.

Kesetiaan ini harus diwujudkan dalam segala aktivitasnya. Bahkan, meskipun Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik, saat dirinya menjabat menjadi Presiden, dirinya wajib tunduk pada rakyat bukan pada partai politik pengusung.

Di luar itu, Joko Widodo, selalu akan dipersonifikasi sebagai presiden dalam aktivitas apapun.

Bahkan aktivitas keseharian yang tidak ada kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan sekalipun.

Oleh karenanya, penyelenggaraan pemerintahan seperti pembagian bantuan sosial akan secara langsung maupun tidak langsung “dianggap” oleh sebagian masyarakat sebagai “bantuan Jokowi”.

Faktanya, kondisi ini diperparah dengan adanya kesengajaan dari Presiden dan sebagian menterinya untuk memposisikan “bantuan sosial” ini sebagai “bantuan Jokowi”.

Berdasarkan hal-hal di atas, Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah perlu menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencabut semua pernyataannya yang menjurus pada ketidaknetralan institusi kepresidenan, terlebih soal pernyataan bahwa Presiden boleh kampanye dan boleh berpihak.

2. Meminta kepada Presiden untuk menjadi teladan yang baik dengan selalu taat hukum dan menjunjung tinggi etika dalam penyelenggaraan negara. Presiden harus menghindarkan diri dari segala bentuk pernyataan dan tindakan yang berpotensi menjadi pemicu fragmentasi sosial, terlebih dalam penyelenggaraan Pemilu yang tensinya semakin meninggi.

3. Meminta kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk meningkatkan sensitifitasnya dalam melakukan pengawasan, terlebih terhadap dugaan digunakannya fasilitas negara (baik langsung maupun tidak langsung) untuk mendukung salah satu kontestan Pemilu.

4. Menuntut kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperkuat peran pengawasan penyelenggaraan Pemilu, utamanya terhadap dugaan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pemenangan satu kontestan tertentu.

5. Meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mencatat setiap perilaku penyelenggara negara dan penyelenggara pemilu yang terindikasi ada kecurangan untuk dijadikan sebagai bahan/referensi memutus perselisihan hasil Pemilu.

Sikap ini penting dilakukan oleh MK agar putusannya kelak yang bukan sekedar mengkalkulasi suara (karena MK bukan Mahkamah Kalkulator) tetapi lebih jauh dari itu untuk memastikan penyelenggaraan Pemilu telah berlangsung dengan segala kesuciannya.

Tidak dinodai oleh pemburu kekuasaan yang menghalalkan segala cara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: disway.id