Membaca Motif Ahok Membongkar Aib Pertamina
“Pertamina sedang diminta memperbesar aset. Jadi di satu sisi tetap butuh utang. Tapi kan akuisisi ladang minyak di luar negeri ini kan rencana lama. Untuk meningkatkan cadangan minyak kita. Persetujuan Kementerian ESDM dan Pertamina sudah diminta,” terangnya.
Namun, Fabby menduga Ahok tidak setuju bila Pertamina mengambil alih ladang minyak Occidental di Ghana dan Uni Emirat Arab. Sebelumnya, rencana ini sempat diungkap ke publik. Dengan nilai akuisisi mencapai US$ 4,5 miliar.
“Kalau yang dimaksud itu, saya juga tidak setuju. Karena harga minyak lagi tidak bagus. Karena COVID-19. Banyak yang tidak yakin harga minyak akan kembali ke US$ 70 per barel. Tapi harus dijelaskan oleh Ahok. Yang mana yang tidak setuju utangnya itu,” tuturnya.
TIDAK DIBENARKAN
Pengamat energi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara memberi penilaian yang berbeda. Menurutnya, apa pun maksud Ahok, entah baik atau sekadar cari sensasi, tetap saja hal itu seharusnya tidak dilakukan dan menunjukkan ketidakcakapannya sebagai komisaris utama.
Ketika dilakukan, maka ada hubungan yang tidak baik di internal perusahaan. Baik antara Ahok selaku komisaris dengan direksi, maupun Ahok dengan pemerintah. Seperti menteri hingga presiden. Apalagi tindakan seperti ini tidak dibenarkan oleh aturan pengelolaan dan etika perusahaan.
“Jadi Ahok juga tidak berfungsi dengan benar sebagai komisaris. Buktinya, ada keputusan-keputusan yang tidak diketahuinya. Padahal fungsi komisaris adalah pengawasan dan pemberi masukan. Sementara dia bilang selama ini selalu rapat minimal seminggu sekali. Jadi selama ini ngapain?” kata Marwan.
Dari kejadian ini, Marwan menilai pangkal tanggung jawab pada akhirnya ada di Presiden Jokowi. Ia mempertanyakan alasan menempatkan orang yang tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik.
“Kenapa tidak bisa menempatkan komisaris yang bisa berhubungan baik dengan direksi? Kalau pun direksi yang semena-mena, kenapa bisa? Kalau benar, ini bisa jadi presidennya yang presiden boneka. Kenapa selama ini seperti itu?” ucapnya.
Menurut Ahok, dengan membuka urusan internal ke publik, bukan berarti mantan gubernur DKI itu benar. Mengingat masalah yang kompleks.
“Di sisi lain, presiden dan menterinya tidak jalan dengan fungsi yang benar juga. Termasuk kebijakan pemerintah untuk Pertamina,” sambungnya.
Di sisi lain, terkait kinerja Pertamina yang disinggung Ahok, Marwan menilai hal-hal yang disesali Ahok ini sejatinya tidak dia mengerti. Misalnya, soal utang.
Marwan menyebut perusahaan pelat merah itu terpaksa menumpuk utang. Karena mendapat penugasan dari pemerintah. Untuk menalangi kebutuhan anggaran subsidi BBM. Jumlahnya mencapai sekitar Rp 109 triliun. Dalam 2 tahun terakhir.
Alhasil, ketika ingin melakukan aksi korporasi lain, Pertamina kehabisan dana. Harus mengandalkan utang. “Beban subsidi yang seharusnya ditanggung APBN, tapi pemerintah paksa Pertamina yang tanggung dan biasanya setahun dibayar setelah audit BPK. Tapi tidak dibayar dan terakumulasi. Itu yang ganggu kinerja Pertamina. Jadi, kalau mau disalahkan, ya salahkan pemerintah. Kenapa banyak utang,” tekannya.
Bahkan, pemerintah seharusnya turut bertanggung jawab atas beban kemahalan BBM yang ditanggung masyarakat selama 6 bulan pandemi COVID-19. Sebab, pandemi menekan harga minyak dunia. Namun pemerintah tak juga menurunkan harga BBM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: