330 Ribu Hektare Perhutanan Sosial Kaltim Dikelola untuk Ketahanan Pangan dan Kemitraan Berkelanjutan
Pemprov Kaltim menjaga hutan dengan cara kemitraan berkelanjutan.-istimewa-
Menurutnya, kelembagaan menjadi aspek yang sangat menentukan. Banyak kelompok tani hutan (KTH) terbentuk dengan antusiasme tinggi di awal, tetapi kemudian melemah karena minimnya pembinaan.
"Jangan sampai lembaga yang dibentuk masyarakat itu hanya aktif di awal. Kalau tidak ada pembinaan lanjutan, kegiatan bisa menurun. Bukan bubar, tapi keaktifannya yang berkurang,"ujarnya.
Selain itu, tenaga penyuluh masih terbatas dibanding jumlah KTH yang aktif.
Saat ini terdapat sekitar 328 KTH di Kaltim, namun hanya didampingi sekitar 180 penyuluh, baik ASN, P3K, maupun swasta.
"Penyuluh PNS ada 35 orang, P3K baru 16, penyuluh swasta sekitar 54, dan dari PKSM ada 80 orang. Jadi total kurang lebih 180 penyuluh untuk seluruh Kaltim,"kata Yuli.
Ia menambahkan, Sebagian penyuluh swasta berasal dari masyarakat sekitar atau perusahaan yang menjalankan PBPH.
"Kalau penyuluh swasta tidak dapat insentif dari pemerintah, mereka sukarela dari perusahaan yang bermitra dengan kelompok masyarakat,"terang dia.
Terkait kolaborasi dengan perusahaan, Yuli menyebut bahwa kemitraan sosial di kawasan PBPH sudah memiliki payung hukum yang jelas.
Setiap perusahaan wajib membuat kesepakatan kerja sama dengan kelompok masyarakat yang menjadi binaannya.
"Itu disebut kemitraan konsesi. Jadi, antara perusahaan PBPH dengan kelompok tani yang ada di dalam wilayah mereka, dibuat naskah kerja sama resmi yang nanti diverifikasi dan disetujui oleh Kementerian,"Sambung Yuli.
Adapun, Perusahaan biasanya memfasilitasi kebutuhan kelompok tani sesuai kondisi lokal, misalnya membantu sarana produksi, pelatihan, atau akses pasar.
Lebih lanjut, Yuli menjelaskan, perhutanan sosial di Kaltim mengacu pada lima skema utama sesuai ketentuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK):
Pertama, Hutan Desa, dikelola oleh lembaga pengelola hutan desa. Kedua, Hutan Kemasyarakatan yang dikelola sepenuhnya oleh masyarakat. Ketiga, Hutan Tanaman Rakyat, fokus pada tanaman kayu produktif.
Keempat, Skema Kemitraan Konsesi yang melibatkan kerja sama dengan perusahaan. Kelima, Hutan Adat dikelola masyarakat adat dengan mekanisme izin yang lebih panjang.
"Kalau arealnya berada di wilayah PBPH, maka skema yang digunakan hanya satu, yaitu kemitraan konsesi. Semua kegiatan nantinya akan mendapatkan izin dari kementerian,"jelas Yuli.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
